Oleh: Ahmad Muntaha AM
Ibn ‘Athailllah as-Sakandari mengatakan:
مَا قَلَّ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ زَاهِدٍ وَلَا كَثُرَ عَمَلٌ بَرَزَ مِنْ قَلْبٍ رَاغِبٍ.
“Tidaklah (dianggap) sedikit amal yang lahir dari hati yang zuhud, dan tidaklak (dianggap) banyak amal yang lahir dari hati yang cinta dunia.”
Dari kalam hikmah ini menjadi jelas, bahwa amal yang dilakukan oleh orang yang zuhud dari dunia meskipun secara kuantitas sedikit, namun sejatinya secara kualitas sangat bernilai banyak, karena terbebas dari hal-hal yang dapat menghalangi diterimanya amal di sisi Allah, seperti riya’, beramal karena ingin dipuji orang lain dan pamrih-pamrih duniawi lainnya. Beda halnya dengan amal yang keluar dari orang yang hatinya terkuasai oleh dunia, maka sebaliknya. Meskipun secara kuantitas banyak, namun tidak begitu berarti, sebab kualitasnya tidak terjaga.
Dalam konteks ini pernah ada orang mengadu kepada salah seorang ulama, bahwa ia telah banyak melakukan amal shaleh, namun tidak menemukan rasa manisnya amal di hatinya, kemudian dijawab:
“Karena pada dirimu terdapat anak perempuan iblis, yaitu dunia, dan pasti ayahnya sering mengunjunginya di rumahnya, yaitu hatimu, dan masuknya iblis ke situ tidak memberi pengaruh kecuali membuat kerusakan.”
Baca Juga: Seri Artikel Kajian Hikam
Sumber:
Abdul Majid as-Syarnubi, Syarh Hikam al-‘Athaiyyah, 51-54.
Ilustrasi: freepik