Islam Nusantara: Pro dan Kontra? (Bagian 1)

0
19

aswajamuda.com (240117) – A. Mukadimah

Pakar sejarah Ibn Khaldun (1332-1406 M) dalam karyanya, Muqaddimah (37-38) mengatakan:

أَنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ، إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ، وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ، فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ.

Sungguh keadaan dunia, bangsa-bangsa, adat-istiadat dan keyakinan mereka tidak selalu mengikuti satu model dan sistem yang tetap, melainkan selalu berbeda-beda (berubah) seiring perjalanan hari dan masa, berpindah dari satu kondisi menuju kondisi lainnya. Sebagaimana hal itu terjadi pada manusia, waktu, dan kota, di berbagai kawasan, zaman, dan negeri juga terjadi/berlangsung sunnah Allah (sunnatullah) yang telah terjadi pada hamba-hambaNya.”

Download file: Keputusan Bahtsul Masail Maudhu’iyah PWNU Jawa Timur tentang ISLAM NUSANTARA

Di bumi Nusantara (Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI) terdapat tradisi dan budaya dalam sistem pengimplementasian ajaran agama, sehingga hal itu menjadi ciri khas Islam di Nusantara yang tidak dimiliki dan tidak ada di negeri lain. Perbedaan tersebut sangat tampak dan dapat dilihat secara  riil  dalam  beberapa hal, antara lain:

  1. Dalam implementasi amalan Islam di Nusantara ada tradisi halal bihalal setiap tahun, haul, silaturrahim setiap hari raya (Idul Fitri), hari raya ketupat, baca solawat diiringi terbangan, sedekahan yang diistilahkan selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari, tingkepan, sepasaran bayi, sepasaran pengantin, arak-arak pengantin yang meliputi undang mantu, ngunduh mantu, sekaligus diadakan Walimatul ‘Urs baik oleh keluarhga wanita maupun keluarga laki-laki,dan tradisi lainnya.
  2. Dalam hal berpakaian ada yang memakai sarung, berkopyah, pakaian adat Betawi, Jawa, Papua, Bali, Madura, dan masih banyak model pakian adat lain, terutama telihat dalam pakian pernikahan dimana pengantin dirias dan dipajang di pelaminan, dan lain sebagainya.
  3. Dalam hal toleransi pengamalan ajaran Islam, ada yang solat Id di lapangan, di masjid, musalla, bahkan ada hari raya dua kali. Ada yang shalat tarawih 20 rakaat, ada pula yang delapan rakaat. Di antara pelaksanaan tarawih ada yang memisahnya dengan taradhi bagi empat al-Khulafa’ ar-Rasyidin, dengan shalawat, dan ada yang memisahnya dengan doa. Dalam acara akikah ada yang diisi dengan shalawatan, dan ada yang diisi tahlilan, dan selainnya.
  4. Dalam hal toleransi dengan budaya yang mengandung sejarah atau ajaran, ada di sebagian daerah dilarang menyembelih sapi seperti di Kudus Jawa tengah yang konon merupakan bentuk toleransi Sunan Kudus pada ajaran Hindu yang menyucikannya, adat pengantin dengan menggunakan janur kuning, kembang mayang, dan selainnya.
  5. Dalam toleransi dengan agama lain ada hari libur nasional karena hari raya Islam, hari raya Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, dan ada hari libur lainnya.

Kemudian Islam Nusantara menjadi tema utama pada Muktamar NU ke 33 di Jombang. Munculnya istilah Islam Nusantara mengundang reaksi yang beragam, baik yang pro maupun yang kontra sejak sebelum muktamar digelar sampai sekarang. Karena itu, PW LBM NU Jawa Timur memandang sangat perlu membuat rumusan tentang Islam Nusantara secara objektif dan komprehensif dalam rangka menyatukan persepsi tentang Islam Nusantara.

Lanjut: Islam Nusantara: Maksud Sebenarnya (Bagian 2)

Keputusan Bahtsul Masail Maudhu’iyah PWNU Jawa Timur tentang ISLAM NUSANTARA di Universitas Negeri Malang, 13 Februari 2016

Musahih: KH. Syafruddin Syarif, KH. Romadlon Khotib, KH. Marzuki Mustamar, KH. Farihin Muhson dan KH. Muhibbul Aman Ali

Perumus: KH. Ahmad Asyhar Shofwan, M.Pd.I., KH. Azizi Hasbulloh, KH. MB. Firjhaun Barlaman, KH. Athoillah Anwar dan KH. M. Mujab, Ph.D

Moderator: Ust. Ahmad Muntaha AM dan Ust. Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.

Notulen: KH. Ali Maghfur Syadzili, S.Pd.I., KH. Syihabuddin Sholeh, KH. Muhammad Mughits dan K. Ali Romzi.

Ilustrasi: kangmangli.blogspot.co.id