Warga Bawean Bedah Khazanah Aswaja

0
1761

aswajamuda.com (250317) Bawean – Buku Khazanah Aswaja terus mendapatkan apresiasi publik secara luas. Di antaranya bedah buku Khazanah Aswaja di Pulau Bawean yang diselenggarakan di dua tempat. Di masjid An-Nur Sangkapura pada Kamis malam (23/03/’17) dan di RA Muslimat NU di desa Daun yang diikuti delegasi Fatayat se-Bawean pada Jumat, (24/03/’17). Bedah buku menghadirkan dua pembedah yang merupakan tim penulis buku, yaitu Ustadz Faris Khoirul Anam dan Ustadz Yusuf Suharto.

Baca: Dawuh Para Kiai Tentang Khazanah Aswaja

Baca: Khazanah Aswaja: Pesantren Lirboyo, Aswaja dan Nasionalisme

Baca: PBNU Bedah Khazanah Aswaja, Referensi Sempurna Wawasan Keaswajaan

Bedah buku yang diikuti utusan lima MWCNU di lingkungan PCNU Bawean dan para pengurus ranting itu juga dihadiri Ketua PCNU Bawean, Kiai Fauzi Rouf dan Direktur Aswaja NU Center PCNU Bawean, Kiai Syamsuddin.

Berbicara dalam kesempatan pertama, Ust Faris Khoirul Anam Lc., M.H.I., Dewan Pakar Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, menyampaikan anatomi buku secara global, kemudian menjelaskan fase perkembangan istilah Ahlussunnah wal Jama’ah. “Aswaja sebagai manhaj atau metodologi itu sudah ada sejak Nabi dan dipraktekkan oleh para sahabat. Namun secara ideologi dirumuskan kembali oleh terutama Syekh Abul Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-Maturidy,” jelasnya. “Perumusan kembali  itu disebabkan adanya penyimpangan-penyimpanag dari ajaran Islam murni di zaman nabi, misalnya Syiah, Muktazilah dan Khawarij. Pada dinamika berikutnya Aswaja menjadi landasan institusi atau dasar organisasi misalnya dilakukan oleh Nahdlatul Ulama, Nahdlatul wathan, dan lainnya,” lanjutnya.

Sementara Ust Yusuf Suharto, M.Pd.I. menyampaikan, istilah ahlussunnah wal Jama’ah sebagai Islam murni itu pernah diprediksikan oleh Rasulullah dalam hadits perpecahan umat Islam. “Kalau mengacu pada yang disampaikan Imam Al-Ghazali dan Imam Syahrastany maka istilah ahlussunnah wal Jamaah itu pernah dikenalkan Nabi dalam hadits perpecahan ummat sebagaimana disampaikan kedua beliau dalam salah satu kitabnya”, ulasnya. Lebih lanjut Direktur Aswaja NU Center Jombang ini menerangkan: “Sebagai istilah, Ahlussunnah wal Jama’ah juga dipakai Imam Abul Hasan dalam kitab Maqalutl Islamiyyin Wakhtilaful Mushallin,” ujar Direktur Aswaja NU Center Jombang ini.

“Menurut Syaikh Abdul Qadir Jilany, sunnah itu adalah thariqahnya Rasulullah dan jamaah itu adalah apa yang disepakati para sahabat di era khulafaur rasyidin. Dari sini kita bisa menyimpulkan, dengan bahwa ahlussunnah wal jamaah itu adalah golongan yang mengikuti sunnahnya Rasulullah dan sunnahnya para sahabat pada masa khulafaur rasyidin. Al-Jamaah juga diartikan sebagai golongana mayoritas. Dengan demikian aswaja juga mereka yang mengikuti pemahaman dan pengamalan jumhur umat Islam dalam pokok-pokok akidah. Dalam kenyataannya, mayoritas umat Islam hingga kini dalam aqidah mengikuti rumusan Syekh Abul Hasan Al-Asy’ari, dan Syekh Abu Manshur al-Maturidy, dalam fikih mengikuti mazhab empat dan dalam tasawuf mengikuti Imam Junaed, Imam Ghazali atau Imam Abul hasan as-Syadzily”, terangnya secara panjang lebar.

Di penghujung acara dalam sesi tanya jawab, menanggapi pertanyaan tentang bid’ah Ustadz Faris menjawab, “Bid’ah itu bukan hukum, tetapi merupakan perilaku, karena hukum itu cuma ada lima. NU yang mengakui keabsahan bid’ah hasanah adalah representasi pemahaman mayoritas ulama karena mayoritas empat madzhab mengakui keberadaan bid’ah hasanah.” (Muhammad/Baewan)