Bingung Pilih Fokus Keilmuan? Ini Panduannya

0
1496

Karena begitu luasnya ilmu pengetahuan, tidak jarang akhirnya membuat kita membandingkan, ilmu apa yang paling mulia. Sering kita bertanya dan membandingkan, siapakah yang paling mulia dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Tapi sebenarnya bagaimana hakikat ilmu pengetahuan, dan skala prioritas mana yang harus kita utamakan? Syaikh Uways Wafa al-Arzinjani menjelaskan hal tersebut dalam kitab beliau, Minhajul Yaqin,

اعلم أن كل العلوم شريفة ولكل علم منها فضيلة مخصوصة به والإحاطة بجميعها محال لعجز عقول البشر عن احاطتها أو لعدم تناهيها مع تناهي الاعمار واحاطة لغير المتناهي بالمتناهي محال

Pada dasarnya, semua ilmu pengetahuan adalah mulia. Dan setiap pengetahuan memiliki keunggulan masing-masing. Akan tetapi, menguasai semuanya adalah suatu hal yang mustahil, karena keterbatasan akal, energi, dan waktu yang manusia miliki. Sedangkan luasnya ilmu tidak berbatas.

روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: من ظن أن للعلم غاية فقد بهيه حقه ووضعه في غير منزلته التي وصفه الله بها حيث يقول ويسئلونك عن الروح قل الروح من أمر ربي وما اوتيتم من العلم الا قليلا

Nabi bersabda: “Siapa yang berprasangka bahwa ilmu memiki puncak tertinggi, sesungguhnya ia telah meremehkan ilmu dan meletakkannya tidak pada tempat yang selayaknya. Sebagaimana dijelaskan oleh Allah Subhanahuwata’ala, kalian diberi hanya sedikit sekali ilmu pengetahuan”.

فقالوا اي الصحابة: ما أعجب شانك، ساعة تقول ومن بين الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا وساعة تقول هذا. فنزلت ولو أن ما في الارض من شجرة اقلام الآية وليس ما قالوا بلازم. لان القلة والكثرة تدوران مع الإضافة.

Hadis Nabi ini tidak bertentangan dengan hadis lain yang menyebutkan bahwa orang yang diberikan ilmu hikmah (kebijaksanaan/ilmu yang bermanfaat) adalah orang yang mendapatkan limpahan kebaikan. Karena parameter sedikit atau banyak itu tergantung pembandingnya dengan apa.

فالحكومة التي اوتيها العبد خير كثير في نفسها الا انها إذا أضيفت إلى علم الله تعالى فهي قليلة كما في الكشاف.

Ilmu hikmah pada hadis kedua akan sangat banyak bila dibandingkan dengan kebodohan. Sedangkan pada hadis pertama, ilmu manusia sangat sedikit bila dibandingkan dengan ilmu Allah Subhanahuwata’ala.

وقال بعض الحكماء لو كنا نطلب العلم لنبلغ غايته كنا قد بدأنا العلم بالنقيصة، ولكنا نطلبه لنقص في كل يوم من الجهل ونزداد في كل يوم من العلم.

Seorang bijak bestari berkata: “Jika kita mencari ilmu agar sampai pada puncaknya (sehingga tidak ada lagi yang harus diketahui) maka kita memulai (mencari ilmu) dengan cara yang salah. Akan tetapi, seharusnya kita, tiap harinya, mencari ilmu karena kekurangan kita berupa kebodohan, sehingga setiap hari kita menambah pengetahuan.”

ومما ينسب للزمخشري: العلم للرحمن جل جلاله. وسواه في جهله يتغمغم ما للتراب وللعلوم. وانما يسعى ليعلم أنه لا يعلم.

Imam Zamakhsyari: “Pengetahuan hanyalah milik Allah. Sedangkan selainnya, dalam kebodohannya hanyalah bergumam. Manusia terus berusaha mencari tahu hanya agar dia tahu bahwa ia tidak tahu.”

واذا لم يكن إلى معرفة جميع العلوم سبيل وجب صرف الاهتمام إلى معرفة أهمها والعناية باولها و افضلها.

Karena sama sekali tidak ada jalan untuk menguasai keseluruhan pengetahuan, maka wajib menetapkan skala prioritas untuk mendahulukan yang terpenting.

وأولى العلوم وأفضلها علم الدين. لان الناس بمعرفته يرشدون و بجهله يضلون. إذ لا يصح أداء عبادة جهل فاعلها صفات أدائها ولم يعلم شروط إجزائها.

Hal pertama yang harus diketahui adalah tentang agama. Karena pengetahuan akan hal tersebut menentukan keabsahan ibadah.

ولذلك قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فضل العلم خير من فضل العبادة.

Nabi bersabda: “Keunggulan ilmu lebih baik daripada keunggulan ibadah”.

وانما كان كذلك لأن العلم يبعث ويدل على عمل افضل العبادة من حد الكفاية. والعبادة مع خلو فاعلها من العلم بها قد لا تكون عبادة بل مضحكة.

Hal itu dikarenakan, pengetahuan akan mendorong seseorang untuk melakukan ibadah dengan nilai yang lebih tinggi dari sekadar standar minimum. Dan ibadah tanpa adanya ilmu dari pelakunya, terkadang tidak bisa dikatakan sebagai ibadah. Bahkan bisa menjadi hal yang menggelikan, atau berbahaya.

فلزم علم الدين على كل مكلف وكذلك قال النبي صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم.

Oleh karenanya, setiap hamba mukallaf wajib mengetahui tentang agamanya. Nabi bersabda: “Mencari ilmu wajib bagi setiap muslim”.

وفيه تأويلان ؛

Ilmu yang dimaksud dalam hadis ini memiliki dua pengertian:

أحدهما علم ما لا يسع جهله من العبادات وكل ما تتوقف عليه صحتها وكذا علم ما يتعلق بالاعتقاديات.

Pertama, ilmu tentang ibadah yang tidak bisa ditoleransi ketidaktahuannya.

Ini mencakup segala pengetahuan tentang sesuatu yang menentukan keabsahan ibadah itu sendiri. Ilmu tentang akidah (ideologi), dan apapun yang akan dilakukan agar tidak menyalahi aturan syariat.

والثاني جملة العلم اذا يقوم بطلبه من فيه كفاية كفى.

Kedua, ilmu yang jika sudah ada yang mendalaminya, dan sudah bisa mencukupi kebutuhan bagi yang lain, maka tidak wajib belajar untuk orang lain (fardhu kifayah).

من ذلك الجملة تحصيل ملكة الاجتهاد والفتيا والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر. وأما اصل الطب والحساب والنجوم فمن فروض الكفاية وكذا الصناعات.

Ini mencakup upaya mendalam tentang keahlian pemberian fatwa, amar makruf nahi mungkar, ilmu kedokteran, ilmu konstruksi merancang bangunan, dan ilmu lain yang dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidup manusia.

واذا كان علم الدين قد أوجب الله فرض بعضه على الأعيان وفرض جميعه على الكافة كان طلب علم الدين اولى واقدم مما لم يجب فرضه على الأعيان ولا على الكافة بل ابيك وعد فضيلة.

Sedangkan ilmu lain yang melebihi atau bukan untuk penunjang hajat hidup orang banyak, hukum mencarinyanya tidak bisa dikatakan wajib, tetapi mubah. Dan oleh karenanya harus mendahulukan untuk mencari ilmu agama.

Wallahu a’lam.

Referensi: Syaikh Uways Wafa al-Arzinjani, Minhaj al-Yaqin syarh Adab al-Dunya wa al-Din, [Semarang, al-Haromain, 1328 H] halaman 51-53.