Memotong Kuku dan Rambut Sebelum Kurban, Bolehkah ?

0
3569
memotong kuku dan rambut

Kata siapa dilarang memotong kuku dan rambut menjelang berkurban? Tentu kata Nabi Muhammad Saw. Berikut ini haditsnya:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ هِلَالَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّىَ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ حَتَّى يُضَحِّىَ. (رواه النسائى وابن ماجه والحاكم والترمذى. حسن)

“Barangsiapa di antara kalian yang melihat tanggal bulan Dzul Hijjah dan hendak berkurban, janganlah ia memotong rambutnya dan memotong kukunya hingga berkurban.” (HR. an-Nasa’i, Ibn Majah, al-Hakim dan at Tirmidzi. Hasan)

Berdasarkan hadits ini dan juga beberapa hadits lain yang senada, ulama melarang orang yang akan berkurban memotong rambut, kuku atau bagian tubuh lainnya, yaitu ketika telah masuk 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah (mulai tanggal 1) dan telah berniat, membeli atau menentukan hewan kurbannya.

Baca Juga: Fikih Kurban ( Definisi, Dalil, Hukum, Hikmah dan Kriteria Hewan Kurban )

Ulama Berbeda Pendapat

Namun ulama berbeda pendapat tentang status larangan dalam hadits tersebut:

  1. Menurut mazhab Syafi’i: sunnah tidak memotong rambut dan bagian tubuh lainnya ketika memasuki sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah dan makruh bila melakukannya.
  2. Mazhab Hanbali: haram memotong rambut atau memotong angota tersebut.
  3. Mazhab Hanafi dan Maliki: Tidak makruh dan tidak haram, artinya boleh memotong rambut atau memotong kuku meskipun telah memasuki tanggal 1 Dzul Hijjah dan meskipun telah berniat untuk kurban.

Berikut ini penjelasan Imam al-Mawardi dalam karyanya al-Hawi al-Kabir (XV/74) beserta pemahaman haditsnya:

وَاخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي الْعَمَلِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى ثَلَاثَةِ مَذَاهِبَ: أَحَدُهَا وَهُوَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ: أَنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى الِاسْتِحْبَابِ دُونَ الْإِيجَابِ، وَأَنَّ مِنَ السُّنَّةِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ أَنْ يَمْتَنِعَ فِي عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ مِنْ أَخْذِ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ، فَإِنْ أَخَذَ كُرِهَ لَهُ وَلَمْ يَحْرُمْ عَلَيْهِ. وَهُوَ قَوْلُ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ .

“Ulama ahli fikih berbeda pendapat dalam mengamalkan hadits larangan memotong kuku dan rambut riwayat at-Tirmidzi ini dalam tiga (3) pendapat: pertama pendapat as-Syafi’i: hadits itu diarahkan pada hukum sunnah, bukan wajib. Kesunnahan bagi pekurban adalah dalam 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah hendaknya menghindari memotong kuku dan rambut. Karenanya, bila dia melakukannya maka makruh. Ini juga merupakan pendapat Sa’id bin al-Musayyab.

Baca Juga: Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban

وَالْمَذْهَبُ الثَّانِي هُوَ قَوْلُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَإِسْحَاقَ ابْنِ رَاهُوْيَه أَنَّهُ مَحْمُولٌ عَلَى الْوُجُوبِ، وَأَخْذُهُ لِشَعْرِهِ وَبَشَرِهِ حَرَامٌ عَلَيْهِ، لِظَاهِرِ الْحَدِيثِ وَتَشْبِيهًا بِالْمُحْرِمِ.

Kedua, pendapat Ahmad bin Hanbal dan ishaq bin Rahuyah: hadits itu diarahkan pada hukum wajib. Hukum memotong kuku dan rambut adalah haram, karena lahiriah hadits dan menyamakannya dengan orang yang sedang ihram (haji).

وَالْمَذْهَبُ الثَّالِثُ وَهُوَ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ: لَيْسَ بِسُنَّةٍ وَلَا يُكْرَهُ أَخْذُ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ احْتِجَاجًا بِأَنَّهُ مُحِلٌّ. فَلَمْ يُكْرَهْ لَهُ أَخْذُ شَعْرِهِ وَبَشَرِهِ كَغَيْرِ الْمُضَحِّي، وَلِأَنَّ مَنْ لَمْ يَحْرُمْ عَلَيْهِ الطِّيبُ وَاللِّبَاسُ لَمْ يَحْرُمْ عَلَيْهِ حَلْقُ الشَّعْرِ كَالْمُحِلِّ.

Ketiga, pendapat Abu Hanifah dan Malik: hukumnya tidak sunnnah dan memotong kuku dan rambut tidak dimakruhkan, dengan alasan (1) pekurban adalah orang yang sedang dalam kondisi halal (tidak sedang ihram), sehingga tidak dimakruhkan baginya rambut (kepala) dan (rambut) kulitnya sebagaimana orang lain. Juga karena (2) orang yang tidak diharamkan memakai wewangian dan pakian (berjahit), maka tidak haram pula baginya memotong rambut sebagaimana orang yang tidak sedang ihram.

وَالدَّلِيلُ عَلَى أَحْمَدَ وَإِسْحَاقَ: إِنَّهُ مَسْنُونٌ وَلَيْسَ بِوَاجِبٍ، مَا رَوَاهُ الشَّافِعِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ عَمْرَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ: أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ، ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي، فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُوَلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللهُ لَهُ حَتَّى نَحَرَ الْهَدْيَ، فَكَانَ هَدْيُ رَسُولِ اللهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَحَايَاهُ، لِأَنَّهُ كَانَ بِالْمَدِينَةِ وَأَنْفَذَهَا مَعْ أَبِي بَكْرٍ سَنَةَ تِسْعٍ، وَحُكْمُهَا أَغْلَظُ لِسَوْقِهَا إِلَى الْحَرَمِ. فَلَمَّا لَمْ يُحَرِّمْ عَلَى نَفْسِهِ شَيْئًا كَانَ غَيْرُهُ أَوْلَى إِذَا ضَحَّى فِي غَيْرِ الْحَرَمِ. وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ مَا قَدَّمْنَاهُ مِنَ الْقِيَاسَيْنِ.

Dalil yang melemahkan pendapat Ahmad dan Ishaq bahwa hukum tidak memotong rambut (kepala) dan (rambut) kulit adalah sunnah dan tidak wajib adalah hadits yang diriwayatkan as-Syafi’i dari Malik, dari Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ‘Amrah, dari ‘Aisyah Ra, ia berkata: “Aku melilit beberapa tali simpul kendali hewan hadiah (yang dikirim ke tanah haram) Rasulullah Saw dengan kedua tanganku, lalu Rasulullah Saw memasangnya. Kemudian ia mengutus (memerintah dibawa) hewan itu bersama ayahku. Tidak haram baginya sesuatu yang dihalalkan Allah kepadanya sampai ia menyembelih hewan hadiahnya itu. Maka hewan itu menjadi hewan hadiah dan hewan kurbannya, sebab beliau di Madinah dan mengirimnya berasama Abi Bakr pada tahun kesembilan, dan hukkumnya sangat berat karena digiring ke tanah haram. Sebab itu, karena beliau tidak mengharamkan apapun kepada dirinya, terlebih kepada orang selainnya, tentu lebih tidak mengahramkan ketika ia berkurban di luar tanah haram.”  Hal ini juga ditunjukan oleh dua qiyas yang telah aku sebutkan (ketika menjelaskan pendapat Abu Hanifah).

وَاسْتِدْلَالُ أَبِي حَنِيفَةَ عَلَيْنَا وَهُمَا فِي اسْتِدْلَالِ أَبِي حَنِيفَةَ بِهِمَا مَرْفُوعَانِ بِالنَّصِّ، وَوَجَبَ اسْتِعْمَالُ الْخَبَرَيْنِ، فَنَحْمِلُ الْأَمْرَ بِهِ عَلَى السُّنَّةِ وَالِاسْتِحْبَابِ دُونَ الْإِيجَابِ ، بِدَلِيلِ الْخَبَرِ الْآخَرِ ، فَلَا يَكُونُ وَاحِدٌ مِنْهُمَا مُطَّرَحًا.

Pengambilan dalil Abu Hanifah yang mengkritik kita, yaitu dua qiyas yang ada dalam dalil Abu Hanifah tertolak dengan nash hadits yang ada (yang melarang memotong kuku dan rambut ), dan wajib mengamalkan dua hadits di atas. Karenanya kami arahkan hadits yang merintah untuk meninggalkannya pada hukum sunnah, bukan wajib, dengan dasar hadits lain (yang membolehkannya), sehingga salah satu dari dua hadits tersebut tidak terbuang.

Baca Juga: Kurban 1 Kambing Untuk Sekeluarga

Cukup jelas bukan? Begitu kuatnya pendapat mazhab Syafi’i yang melarang memotong kuku dan rambut bagi orang yang hendak berkurban. Ternyata tidak hanya berdasarkan satu hadits saja. Pemahamannya pun sangat kuat.

Bila demikian, yuk pekurban, hindari potong kuku dan rambut selama 10 hari pertama bulan kurban (Dzul Hijjah). Hindari sambil berniat mengamalkan sunnah Nabi.

__________

Keterangan: Diedit oleh Ahmad Muntaha AM

Ilustrasi: