Konsekuensi Perbedaan Qiro’ah pada Penafsiran Ayat

0
1465
tadarusan di malam ramadhan

Al-Qur’an diturunkan dengan beberapa lahjah, tidak hanya satu, atau yang masyhur dengan istilah sab’atu ahruf. Akan kita temukan suatu ayat mempunyai tata cara baca lebih dari satu, misalnya di dalam surat al-Fatihah, مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ dan ملك يوم الدين juga di beberapa ayat yang lain.

Nabi Muhammad Saw sebagai pembaca sekaligus pengamal al-Qur’an pertama kali, mempunyai banyak murid yang berbeda-beda kapasitas keilmuannya, yaitu para sahabat. Meskipun mereka tidak perlu diragukan lagi integritasnya.

Termasuk dalam menerima cara pembacaan (qiro’ah) al-Qur’an, ada sahabat yang menerima hanya satu tata cara baca, ada yang dua, dan ada beberapa sahabat yang menerima dari Nabi Saw tata cara baca (qiro’ah) yang bermacam-macam. Lantas para sahabat berpencar ke luar wilayah arab guna menyebarkan ajaran islam, berbekal qiro’ah yang mereka ketahui.

Perbedaan pengetahuan tentang qiro’ah inilah yang akan diikuti oleh generasi selanjutnya, yaitu generasi tabi’in, dilanjutkan oleh tabi’i tabi’in dan seterusnya. Sampai pada generasi ulama yang fokus mempelajari qiro’ah. Inilah yang melatar belakangi lahirnya ilmu qiro’ah (Syekh Az-Zarqani, Manahil ‘Irfan, [Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiah], hal. 228).

Berpijak pada ilmu qiro’ah, timbul pertanyaan: Apakah perbedaan qiro’ah menimbulkan penafsiran yang berbeda pula? mari kita pelajari lewat tafsir para ulama mufassir yang kredibel.

Pada surat al-fatihah ayat ketiga, ada qiro’ah ‘ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ‘ dengan alif, yang diriwayatkan oleh Imam Al-Kisai dan ‘Asim, sedangkan yang lain tanpa alif ‘مَلِك ‘. Lafadz مالك adalah isim fa’il dari مَلَكَ – مِلْك yang berarti ‘memiliki’, sehingga berimplikasi pada makna ‘Dzat yang memiliki’ yang memiliki hal segala hal. Sedangkan مَلِك terbentuk dari lafadz مُلْك yang berarti ‘kerajaan/kekuasan’, sehingga berimplikasi pada makna ‘raja/penguasa’ yang mempunyai wewenang segala hal yang ada dalam kekuasaannya. (Syekh Sulaiman Al-Jamal, Tafsir Jamal [Beirut ; Dar Al-Kutub Al-Ilmiah] juz 8, hal 456).

Syekh Muhamad Mutawalli Sya’rowi menjelaskan perbedaan makna keduanya, ketika Allah Swt berfirman ‘مالك يَوْمِ الدين’ maka mengandung makna bahwa Dia adalah satu-satunya dzat yang memiliki hari tersebut, terserah apa yang akan dilakukan sesuai kehendak-Nya.

Sedangkan ketika berfirman ‘ملك يَوْمِ الدين’ maka kehendak-Nya dan otoritas-Nya melebihi siapapun, melebihi siapapun yang merasa punya otoritas.

Jika orang yang membaca qiro’ah yang pertama, maka berarti dia menegaskan bahwa ‘pemilik hari itu (kiamat) hanya Allah Swt’, tidak ada satupun yang mampu mengintervensi. Namun jika membaca qiro’ah yang kedua, maka dia menyatakan bahwa ‘Allah Swt pada hari itu (kiamat) menghakimi semua makhluknya, termasuk orang yang dianggap raja/penguasa ketika di dunia’. (Syekh Mutawalli Sya’rowi, Tafsir Sya’rowi [Kairo, Dar An-Nur, 2010], juz 1, hal. 73)

Imam Fahrudin ar-Razi menjelaskan konsekuensi dari kedua qiro’ah tersebut. Menurutnya: Qiro’ah مَالِكِ menunjukan harapan yang lebih besar dari pada qiro’ah مَلِك. Karena qiro’ah pertama berimplikasi pada seorang hamba meminta sandang, pangan, papan, rahmat, pendidikan dan segala kebutuhannya.

Sedangkan qiro’ah kedua berimplikasi pada keadilan. Meskipun qiro’ah مَلِك lebih luas daripada مَالِكِ hanya saja menunjukkan seakan Allah yang mengharapkan manusia, berbeda dengan مَالِكِ yang menunjukan bahwa manusia yang berharap pada Allah Swt. (Imam Fahrudin ar-Razi, Mafatihul Ghoib, [Kairo, Darul Hadis, 2012], juz 1, hal. 265-267.)

Perbedaan qiro’ah yang berimplikasi makna beda juga ada pada surat at-Taubah ayat 128 : 

لَقَدْ جاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ ما عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُفٌ رَحِيمٌ

Artinya : “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah : 128)

Yang menjadi konsentrasi kita adalah lafadz ‘ مِنْ أَنْفُسِكُمْ ‘. Jumhur ulama qiro’ah membaca dengan mengharokati dhomah huruf fa’, sedangkan Abi Amr Ra membaca lafadz dengan mengharokati fathah huruf fa’’ مِنْ أَنْفَسِكُمْ’.

Qiro’ah pertama adalah bentuk jamak dari نفْس yang berarti ‘diri/jiwa’, sedangkan qiro’ah kedua adalah bentuk isim tafdhil dari lafadz نفيس yang berarti ‘indah/bersih’ dan berimplikasi pada makna ‘paling indah/bersih’.

Imam Ibnul Jauzi dalam kitab Zadul Masir fi Ilmi Tafsir menjelaskan masing-masing interpretasi dari kedua qiro’ah di atas. Menurutnya, qiro’ah pertama menunjukkan beberapa makna; pertama, Nabi Saw dari bangsa Arab, kedua, Nabi Saw dari kelompok yang kalian kenal, ketiga, dari nikah yang sah, keempat, dari golongan manusia bukan malaikat.

Sedangkan qiro’ah kedua menunjukkan makna ; pertama, Nabi Saw paling utama akhlaknya, kedua, paling mulia nasabnya, ketiga, paling taat kepada Allah Swt. (Ibnu Jauzi, Zadul Masir fi Ilmi Tafsir, [Maktabah Syamilah], juz 2, hal. 313.)

Dari uraian di atas dapat kita tarik kesimpulan, bahwa ragam qiro’ah sedikit banyak menimbulkan penafsiran yang beda pula.

Wallahu A’lam

*Penulis: Amin Ma’ruf, PP Al-Iman Bulus Purworejo; Mahasiswa Tafsir Pascasarjana UNSIQ Wonosobo.