Para Pakar Dukung RUU Wawasan Nusantara

0
1290

Sejumlah pakar mendukung penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Wawasan Nusantara yang merupakan inisiatif Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI).

Dukungan itu terungkap dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama staf pendidik Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Prof Dr Sudjito SH Msi, staf pendidik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Prof Dr Burhan Djabir Magenda MA, dan Rektor Universitas Pertahanan (Unhan) Laksamana Madya TNI Dr Desi Albert Mamahit MSc.

Burhan Djabir Magenda mengatakan, Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, yang dicetuskan Perdana Menteri (PM) Djuanda Kartawidjaja, menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip negara kepulauan (archipelagic state). Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah negara Republik Indonesia mengacu pada ordonansi Hindia Belanda tahun 1939, yaitu Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939).

“Dengan prinsip negara kepulauan, tercakup pula wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional yang melandasi kehidupan dan penghidupan kita. Wawasan ini dasar bagi program pembangunan Orde Baru dan Orde Lama,” katanya dalam rapat yang diketuai oleh Ketua PPUU DPD I Wayan Gede Pasek Suardika di Gedung DPD Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (27/1), seperti rilis yang diterima NU Online.

Prinsip wawasan Nusantara ini, tambahnya, masih dan akan tetap relevan. Maka, usulan PPUU DPD untuk mengajukan RUU Wawasan Nusantara. “Dengan begitu, diharapkan ada landasan hukum yang memberikan arah kehidupan dan penghidupan kita kini dan nanti,” ujar ahli pemikiran politik di negara-negara berkembang ini.

Wawasan Nusantara sebagai wawasan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut merupakan dasar program Pembangunan Nasional Semesta Berencana melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS) Nomor  II/MPRS/1960 tentang Garis-garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana zaman Presiden Soekarno serta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor  II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara zaman Presiden Soeharto.

Dia mengusulkan agar ruang lingkup RUU Wawasan Nusantara, yang mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan keamanan, kesatuan wilayah, kesatuan bangsa, serta kesatuan ideologi.

Sudjito pun menyatakan dukungannya. Kepala Pusat Studi Pancasila UGM ini beralasan, dalam konteks bernegara, wawasan Nusantara dikonsepkan sebagai cara pandang terhadap bangsa sendiri. Dasar filosofisnya ialah setiap negara harus memiliki wawasan nasional dalam menyelenggarakan kehidupan dan penghidupannya.

Desi Albert Mamahit sepaham dengan Sudjito. Dia menekankan pada sikap bangsa Indonesia mengenai dirinya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). “Wawasan Nusantara merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. Oleh karenanya, wawasan nusantara harus mendapat penguatan dan kepastian dalam implementasinya.” (Mahbib)

sumber