Hukum dan Waktu Membaca Ta’awudz: Tafsir surat an-Nahl ayat 98

0
69

Membaca ta’awudz sebagai permohonan agar dilindungi dari godaan setan merupakan perkara yang dianjurkan.

Seberapa kuat anjuran itu? Ada beberapa pendapat yang berbeda. Jumhur ulama—mayoritas ulama—menyepakati kesunahan membaca ta’awudz. Sedangkan imam Atho’ menyatakan kewajibannya.

Perbedaan ini terjadi sebab cara pandang yang berbeda mengenai kalimat perintah (amr) yang terdapat pada surat al-Nahl ayat 98, yakni pada kalimat فَاسْتَعِذْ بِاللهِ . Menurut jumhur ulama, kalimat amr dalam ayat di atas mengindikasikan arti sunnah. Di sisi lain, imam Atho’ berpendapat amr-nya berindikasi wajib. Sedangkan imam Fakhrurrozi dalam tafsinya lebih memilih wajib, dalam rangka ber-ihtiyath, berhati-hati.

Berangkat dari ayat yang sama, perbedaan pendapat mengenai ta’awudz juga ada pada masalah kapan ia seyogyanya dibaca.

Pertama, ta’awudz dibaca sebelum membaca Al-Qur’an. Ini merupakan pendapat jumhur ulama. Dalam Tafsir Jalalain karya syekh Jalaluddin al-Mahaly disebutkan,

{فَإِذَا قَرَأْت الْقُرْآن} أَيْ أَرَدْت قِرَاءَته {فَاسْتَعِذْ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَان الرَّجِيم} أَيْ قُلْ أَعُوذ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَان الرَّجِيم

“(Maka apabila engkau (Muhammad) hendak membaca Al-Qur’an). Maksudnya: ketika kamu hendak membaca Al-Qur’an (mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk). Maksudnya: katakanlah aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk.”

Mereka beralasan bahwa meskipun ayat ini mengunakan fi’il madhi (menunjukkan arti lampau), namun ia ditempatkankan di zaman mustaqbal (masa akan datang). Konsekuensinya, artinya bukanlah ‘setelah’ membaca, melainkan ‘akan’ membaca. Ayat yang berpola demikian bisa kita temukan dalam ayat Al-Qur’an yang lain, semisal surat Al-Maidah ayat 6:

إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ

“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu….”

 Teks lafaz قُمْتُمْ   memang berupa fi’il madhi. Namun yang dikehendaki adalah zaman mustaqbal, waktu yang akan datang. Dalam kasus ini berarti ‘sebelum’ mengerjakan shalat.

Imam Fahrurrozi menguatkan pendapat jumhur ini, karena ia menilai pendapat ini yang paling logis. Karena menurutnya, maksud dari ta’awudz adalah meminta perlindungan dari godaan setan saat membaca. Allah bersabda dalam surat Al Hajj ayat 52,

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِىٍّ إِلَّآ إِذَا تَمَنَّىٰٓ أَلْقَى ٱلشَّيْطَٰنُ فِىٓ أُمْنِيَّتِهِۦ فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau (Muhammad), melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan ke dalam keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu.”

Dengan gamblang ayat tersebut menyatakan setan memasukan godaan-godaannya saat adanya keinginan melakukan sesuatu, bukan setelah melakukannya. Karena alasan inilah Allah memerintahkan membaca ta’awudz sebelum qiro’ah (membaca). (Lihat Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatih al-Ghoib [Bairut: Darr Ihya’ Turots Arobi, 1420 H] juz 1, halaman 22.)

Kedua, ta’awudz dibaca sesudah membaca Al-Qur’an. ini merupakan pendapat An-Nakho’i, Dawud Asfahani dan Ibnu Sirin. Pendapat ini dipilih karena melihat ayat di atas berupa jumlah fi’il syarat. Sedangkan kalimat  فَاسْتَعِذْ بِاَللَّهِ مِنْ الشَّيْطَان الرَّجِيم berupa jumlah fi’il jaza’. Dan lazimnya fi’il jaza’ diakhirkan dari fi’il syaratnya. Maka sudah barang tentu membaca ta’awudz diakhirkan dari membaca Al-Qur’an.

Mereka menganggap pendapat ini logis. Sebab orang yang membaca Al-Qur’an tentu mengharapkan pahala yang besar. Maka bila ada rasa ujub, sombong, yang menghinggap dalam ibadah, akan menjadi penyebab hilang/gugurnya pahala tersebut.

Ketiga, membaca ta’awudz sebelum dan sesudah membaca Al-Qur’an. Ini merupakan pendapat dari imam Fakhrurrozi sendiri dalam tafsirnya Mafatih al-Ghoib, dengan metode mengumpulkan kedua pendapat (jam’u). (Lihat Fakhruddin Ar-Rozi, Mafatih al-Ghoib [Bairut: Darr Ihya’ Turots Arobi, 1420 H] volume 1, halaman 67.)

Penulis: Hanif Rahman, Aktivis Bahtsul Masail PCNU Kab Purworejo; PP Al-Iman Bulus Purworejo; Mahasiswa Tafsir Pascasarjana UNSIQ Wonosobo.