Sejumlah eks pelajar dan mahasiswa Suriah asal Indonesia yang tergabung dalam Ikatan Alumni Syam Indonesia (Alsyami) kembali menggelar pertemuan, Senin (9/1). Bertempat di PP Tazakka Batang, pertemuan ini diselenggarakan dalam rangka merespon dan mengkaji situasi yang berkembang di Suriah dan potensi dampaknya terhadap kondisi tanah air.
Pertemuan yang dihadiri oleh Mufti Agung Ibukota Damaskus, Syaikh Adnan Afyouni, ini menghasilkan sejumlah rumusan program dan rekomendasi yang sebagian di antaranya akan disampaikan kepada pemerintah melalui Komisi I DPR RI, sebagai bentuk desakan kepada pemerintah untuk proaktif dalam penyelesaian krisis Timur Tengah.
Selain Mufti Agung Ibu Kota Damaskus, dari luar negeri, hadir pula dalam pertemuan ini Syaikh Riyad Bazo dari dewan fatwa Libanon dan Syaikh Omar Dieb yang merupakan akademisi dari Universitas Ahmad Kuftaro Damaskus Suriah. Sebelumnya mereka juga menghadiri puncak maulid Nabi di Majelis Kanzus Shalawat Pekalongan bersama Habib Lutfi bin Yahya dan Presiden Joko Widodo.
Mengawali pertemuan ini, Syeikh Afyouni selaku keynote speaker, bercerita tentang perkembangan Suriah terkini, seperti gerakan rekonsiliasi nasional yang tengah digalakkan oleh rakyat Suriah bersama ulama di sejumlah daerah. Tak lupa, beliau menyampaikan terimakasih atas support pemerintah dan masyarakat Indonesia kepada Suriah. Di akhir paparannya, beliau mengamanahkan kepada semua yang hadir dalam pertemuan dan umat Islam untuk menjaga Indonesia dengan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, “Jangan mudah terprovokasi, jangan tercerai berai, dan jangan sampai Indonesia mengalami kehancuran sebagaimana menimpa dunia muslim lain.” Tegasnya.
Beberapa isu lain yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah seputar glorifikasi jatuhnya kota Aleppo dari tangan pemberontak dan penyimpangan yang dilakukan oleh sebuah lembaga bantuan kemanusiaan yang terindikasi disalurkan kepada para milisi dan kombatan di Suriah. Dalam konteks ini ketua Alsyami, Ahmad Fathir Hambali menyatakan, penyelewengan semacam ini bukanlah fenomena baru, karena itu “Selayaknya para NGO yang sungguh-sungguh melakukan kerja kemanusiaan, sebagai lembaga publik, hendaknya melakukan transparansi atas aliran dana mereka.”
Sementara itu Sekjen Alsyami, M. Najih Arromadloni, mengajak peserta pertemuan untuk mengkampanyekan pentingnya melihat Krisis Suriah dari perspektif kemanusiaan. Ia mengingatkan bahwa dalam menyikapi tragedi kemanusiaan terbesar abad 21 ini, masyarakat tidak sepatutnya jatuh dalam perdebatan politik tak berujung, karena di balik kompleksnya konflik kepentingan dan ideologi di Suriah, terdapat jutaan manusia yang menjadi korban. Karena itu pula, ia bertekad untuk lebih serius menggalang dukungan dan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Suriah.
Selaku ketua panitia, Anizar Masyhadi, mengaku akan mengawal hasil rumusan yang telah disepakati. Mantan sekretaris Dubes RI untuk Suriah ini menyatakan, di saat banyak foto bendera Suriah yang tidak resmi-milik oposisi pemberontak- yang mengganti warna merah menjadi hijau beredar, kita perlihatkan kepada dunia bendera Suriah yang sesungguhnya. Inilah second track diplomacy Alsyami dalam memerankan kedamaian dan kedaulatan antar negara. “Suriah adalah negara yang pertama mengakui kemerdekan Indonesia, Duta Besar Suriah untuk PBB HE. Faris Al-Khoury, yang ketika itu memimpin sidang DK PBB, mendukung sepenuhnya kemerdekaan Indonesia. Peranan itu tidak boleh dilupakan oleh bangsa Indonesia.” Tandasnya.