3 Alasan NKRI dan Pancasila sudah Final
Ada tiga alasan mendasar, NU menyatakan bahwa NKRI dan Pancasila sudah final :
-
- Bagi Nahdlatul Ulama’ negara adalah sarana guna mencapai tujuan yaitu terpeliharanya lima hak dasar manusia (al-ushulul-khams) yaitu perlindungan agama (din), perlindungan jiwa (ruh), perlindungan akal (‘aqal), perlindungan keturunan (nasl) dan perlindungan harta (mal).
- Nahdlatul Ulama’ dalam persoalan bentuk negara lebih mementingkan substansi bukan lahiriahnya. Oleh karena itu, sekalipun negara yang kita cintai ini disebut Negara Kesatuan Republik Indosesia (NKRI), tetapi secara substansial adalah sah disebut negara Islam.
- Nahdlatul Ulama’ menyadari akan kemajemukan Indonesia, sehingga memerlukan kearifan dalam memilih dan menentukan bentuk negara agar kemajemukan tetap terjaga dengan baik, sekaligus kebersamaan dan persatuan dapat dicapai tanpa ada pihak yang tersinggung dan terciderai.
Baca Juga: Memperkokoh Aswaja Merawat Bhinneka
وصلاح الخلق في تحصيل مقاصدهم لكنا نعني بالمصلحة المحافظة على مقصود الشرع ومقصود الشرع من الخلق خمسة وهو أن يحفظ عليهم دينهم ونفسهم وعقلهم ونسلهم ومالهم، فكل ما يتضمن حفظ هذه الأصول الخمسة فهو مصلحة وكل ما يفوّت هذه الأصول فهو مفسدة ودفعها مصلحة
Kemaslahatan makhluk dalam keberhasilaan tujuan mereka yaitu kemaslahatan yang melindungi tujuan syariat yang ada lima, yaitu melindungi agama mereka ; jiwa mereka ; akal mereka ; keturunan mereka ; harta mereka. Setiap yang menjamin terlindungnya lima hak dasar ini adalah maslahah dan setiap yang merusak lima hak dasar ini adalah mafsadah/kerusakan dan menolaknya adalah maslahah.[1]
Tempat yang Disebut Dar al-Islam
كل مَحَلٍّ قَدَرَ مُسْلِمٌ سَاكِنٌ بهِ علىَ الاِمْتِناعِ مِنَ الْحَرَبِييْنَ فِى زَمَنٍ مِنَ الاَزْمانِ يَصِيرُ دَارَ اِسْلاَمٍ الي ان قال فعُلِمَ أنَّ أرْضَ بتَاوِي بَلْ وغالِبُ أَرْضِ جَاوة دارُ اسْلامٍ لاِسْتيلاءِ المسْلمين عَليهَا سَابقا قبلَ الكفارِ
Setiap tempat dimana penduduk muslim disana kuasa mempertahankan diri dari ancaman orang-orang kafir harby pada suatu masa dari beberapa masa, jadilah tempat itu dar al-Islam (negara Islam) …sampai ungkapan muallif… Jadi bisa diketahui bahwa Betawi bahkan kebanyakan tanah Jawa adalah negara Islam karena umat Islam telah menguasainya jauh sebelum orang-orang kafir.[2]
يَقُوْلُ اْلقَاضِيْ أَبُوْ يُوْسُفَ تُعْتَبَرُ الدَّارُ دَارَ إِسْلاَمٍ بِظُهُوْرِ أحْكَامِ اْلإسْلاَمِ فِيْهَا وَإنْ كَانَ جُلُّ أَهْلِهاَ مِنَ الْكُفَّارِ وَتُعْتَبَرُ الدَّارُ دَارَ كُفْرٍ لِظُهُوْرِ أحْكاَمِ اْلكُفْرِ فِيْهَا وَإِنْ كَانَ جُلُّ أَهْلِهَا مِنَ اْلُمسْلِمِيْنَ.
Baca Juga: Manhaj Beragama ala Walisongo Perekat Persaudaraan Islam dan Persatuan Nasional
Qadhi Abu Yusuf berkata, dar dianggap seagai dar al-Islam sebab penampakan hokum-hukum Islam di kawasan itu walaupun mayoritas penghuninya orang-orang kafir, dan dar dianggap dar al-Kufr sebab penampakan hokum-hukum kekafiran di kawasan itu walaupun mayoritas penghuninya orang-orang Islam.[3]
Penerapan Hukum Islam Bukan Syarat Negara Islam
اِنَّ تَطْبِيْقَ اَحْكاَمِ الشَّرِيْعَةِ اْلاِسْلاَمِيَّةِ لَيْسَ شَرْطاً لِاعْتِبَارِ الدَّارِ دَارَ اْلاِسْلاَمِ وَلَكِنَّهُ حَقٌّ مِنْ حُقُوْقِ دَارِ اْلاِسْلاَمِ فِىْ اَعْناَقِ اْلُمسْلِمِيْنَ فَاِذَا قَصَّرَ اْلُمسْلِمُوْنَ فِى إِجْرَاءِ اْلاَحْكاَمِ اْلاِسْلاَمِيَّةِ عَلىَ اخْتِلاَفِهَا فِىْ دَارِهِمْ الَّتِى أَوْرَثَهُمُ اللهُ اِيَّاهَا فَاِنَّ هَذاَ التَّقْصِيْرَ لاَ يُخْرِجُهَا عَنْ كَوْنِهَا دَارَ اِسْلاَمٍ وَلَكِنَّهُ يُحْمِلُ اْلُمقَصِّرِيْنَ ذُنُوْباً وَاَوْزاَراً.
Penerapkan hukum syariat Islam bukan suatu syarat bagi negara sebagai negara Islam, akan tetapi merupakan salah satu dari hak-hak negara Islam yang menjadi tanggung jawab umat Islam. Jadi apabila umat Islam ceroboh dalam menjalankan hukum Islam sesuai dengan perbedaannya di negara yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, maka kecerobohan ini tidak merusak adanya negara dinamakan negara Islam, akan tetapi kecorobohan itu membebani mereka dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.[4]
Baca Juga: Orasi Kebangsaan Pondok Pesantren Lirboyo
ومع ان العدالة شرط من شروط الامامة الا ان الرأي الراجح في المذاهب الاربعة ومذهب الشيعة الزيدية هو تحريم الخروج على الامام الفاسق الفاجر ولو كان الخروج للامر بالمعروف والنهي عن المنكر لان الخروج على الامام يؤدي عادة الى ماهو انكر مما فيه وبهذا يمتنع النهي عن المنكر لان مشروطه لايؤدي الانكار الى ماهو انكر من ذلك الى الفتن وسفك الدماء وبث الفساد واضطراب البلاد واضلال العباد وتوهين الامن وهدم النظام
Memang sikap adil merupakan salah satu syarat-syarat menjadi imam / pemimpin, hanya saja pendapat yang rajih (unggul) dalam kalangan madzhab empat dan madzhab Syi’ah Zaidiyyah mengharamkan bertindak makar terhadap imam yang fasik lagi curang walaupun makar itu dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar. Karena makar kepada imam biasanya akan mendatangkan suatu keadaan yang lebih munkar dari pada keadaan sekarang. Dan sebab alasan ini maka tidak diperbolehkan mencegah kemungkaran, karena persyaratan mencegah kemungkaran harus tidak mendatangkan fitnah, pembunuhan, meluasnya kerusakan, kekacauan negara, tersesatnya rakyat, lemah keamanan dan rusaknya stabilitas.[5]
Baca Juga: Kalimat Tauhid di Bendera Pusaka (Merah Putih)
اِنَّ أَحْوَالَ الْعَالَمِ وَالْأُمَمِ وَعَوَائِدَهُمْ وَنِحَلَهُمْ لَا تَدُومُ عَلىٰ وَتِيرَةٍ وَاحِدَةٍ وَمِنْهَاجٍ مُسْتَقِرٍّ، إِنَّمَا هُوَ اخْتِلَافٌ عَلىٰ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمِنَةِ، وَانْتِقَالٌ مِنْ حَالٍ إِلىٰ حَالٍ. وَكَمَا يَكُونُ ذٰلِكَ فِي الْأَشْخَاصِ وَالْأَوْقَاتِ وَالْأَمْصَارِ، فَكَذٰلِكَ يَقَعُ فِي الْآفَاقِ وَالْأَقْطَارِ وَالْأَزْمِنَةِ وَالدُّوَلِ سُنَّةُ اللهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ.
Keadaan alam (dunia), umat, adat dan aliran mereka tidaklah selalu berada pada satu jalan dan cara yang tetap, akan tetapi berbeda-beda sesuai hari dan zaman, dan juga berpindah-pindah dari suatu kedaan kepada keadaan yang lain. Sebagaimana hal itu terjadi pada person-person, waktu dan zaman, adalah juga terjadi dalam berbagai kawasan, penjuru, masa dan negara. Demikianlah sunnatullah (keniscayaan tindakan Allah) yang lampau dalam paraa hambaNya. [6]
Rererensi :
[1] Al-Mushtashfa, 1/173
[2] Bughyah al-Mustarsyidin, 254
[3] Al-Mabsuth, 10/144
[4] Al-Jihad fi al-Islam, 81
[5] Al-Tasyri’ al-Jinai al-Islami, 2/677
[6]Abdurrahman Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun; al-Juz al-Awwal min Tarikh Ibn Khaldun al-Musamma bin Diwan al-Mubtadi’ wa al-Khabar fi Tarikh al-‘Arab wa al-Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawi al-Sya’n al-Akbar, (Bairut: Dar al-Fikr, 1421 H/2001 M), 37-38.
Ahmad Asyhar Shafwan
Khadimul Ilmi PP. Al-Fatich Tambak Osowilangun Surabaya
Ilustrasi : Edited dari blogpspot & agungdwirahardjo