Home Fiqih Pengertian Jihad bagi Umat Islam (Jihad dan Teror)

Pengertian Jihad bagi Umat Islam (Jihad dan Teror)

0
pengertian jihad

Mungkin tak dapat terlupakan oleh warga Surabaya peristiwa bom yang diledakkan di beberapa lokasi di Surabaya dalam waktu hampir besamaan yaitu Ahad, 13 Mei 2018 yang saat itu tengah berlangsung Istighatsah di Mapolda Jatim dalam rangkaian HUT Bayangkara sekaligus Jawa Timur Damai Pemilukada 2018. Motif pengeboman mungkin bisa bermacam-macam, salah satunya bisa jadi atas nama doktrin agama (yang sebenarnya bukan ajaran agama) bahwa membunuh orang beragama lain diyakini sebagai jihad. Dugaan ini mendekati benar sebab adanya indikator yaitu tiga ledakan terjadi di lokasi tempat ibadah agama lain.

Pengertian Jihad bagi Umat Islam dalam Konteks NKRI

Apa pengertian jihad bagi umat Islam dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah merdeka dan damai ? 

Jihad bagi umat Islam dalam kontek Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sudah merdeka dan damai, yaitu mencurahkan kesungguhan dalam upaya mengajak masyarakat Islam Indonesia agar menjalankan syariat agama Islam secara benar sehingga  kalimah Allah menjadi mulia di seluruh penjuru tanah air bahkan seluruh dunia. Oleh karena itu, jihad harus terus digelorakan kapan saja dan di mana saja dengan senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menghindari timbulnya kekacauan, apalagi sampai melakukan aksi terror, anarkhis dan bom bunuh diri.

Teror dan Bom Bunuh Diri

Benarkah tindak kekerasan (teror) dan bom bunuh diri merepresentasikan jihad bagi kaum muslimin ?

Jihad dengan pengertian di atas, mencakup banyak cara dan strategi sesuai tuntutan kondisi dan situasinya. Oleh sebab itu, tindakan teror sangat tidak tepat dan tidak cocok dijadikan cara dan strategi berjihad di negara aman dan damai seperti Indonesia. Sebab sejarah perjuangan (jihad) umat Islam dengan ulama’nya melalui pendekatan pendidikan, diskusi, jalur politik, perdagangan, budaya, kesenian dan lain-lain, telah terbukti dan teruji sangat efektif bagi penyebaran dan penegakan syariat Islam bagi bangsa Indonesia  hingga saat ini.

Posisi WNI Non Muslim

Apakah terhadap warga negara Indonesia yang menganut keyakinan/agama lain harus diposisikan sebagai musuh atau lawan dalam mengimplementasikan konsep jihad dengan menggunakan senjata ?

Kita tidak diperkanankan memposisikan warga negara non muslim sebagai musuh dan boleh untuk diperangi, melainkan justru kita berkewajiban untuk menyerukan dan mengajak mereka agar dapat menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara tetap aman dan hidup berdampingan secara damai, mengingat negara ini didirikan bersama oleh seluruh komponen bangsa dari berbagai suku bangsa, agama dan keyakinan yang bereda-beda secara bahu membahu. Atas dasar pertimbangan fakta sejarah itulah, maka para pejuang muslim pendiri negara ini lebih memprioritaskan persatuan dan perdamian antar anak bangsa dari pada menonjolkan simbul agama ke dalam sistem ke-tata negara-an namun perpecahan dan perang saudara selalu menjadi ancaman.


Referensi :

  1. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i, III/475 [Damaskus: Dar al-Qalam dan Dar asy-Syamiyah, 1416 H/1996 M]:
  2. Mughni al-Muhtaj, Muhammad al-Khathib asy-Syirbini, IV/262 [Dar al-Fikr]:
  3. Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, III/167:
  4. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, VI/285-286:
  5. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, VIII/5846:
  6. Fatawa as-Subki, 340-341:
  7. Jundullah, 364:
  8. Al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam asy-Syafi’i, 486:
  9. Al-Jihad fi al-Islam, 81:
  10. Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il az-Zain, 199:
Klik Untuk Referensi Lengkap
  1. اَلْجِهَادُ فِي اللُّغَةِ مَصْدَرُ جَاهَدَ، اَيْ بَذَلَ جُهْدًا فِي سَبِيْلِ الْوُصُوْلِ إِلىَ غَايَةٍ مَا. وَالْجِهَادُ فِي اصْطِلاَحِ الشَّرِيْعَةِ ألإِسْلاَمِيَّةِ: بَذْلُ الْجُهْدِ فِي سَبِيْلِ إِقَامَةِ الْمُجْتَمَعِ الْإِسْلاَمِيِّ، وَأَنْ تَكُوْنَ كَلِمَةُ اللهِ هِيَ الْعُلْيَا، وَأَنْ تَسْوَدَّ شَرِيْعَةُ اللهِ فِى الْعَالَمِ كُلِّهِ.

Kata jihad dalam arti bahasa merupakan bentuk masdar dari kata kerja “jaa-ha-da”, artinya ialah mencurahkan kesungguhan dalam mencapai tujuan apapun. Kata jihad dalam istilah syariat Islam: Mencurahkan kesungguhan dalam upaya menegakkan masyarakat yang Islami dan agar kalimah Allah (ajaran tauhid din al-Islam) menjadi mulia serta syari’at Allah dapat dilaksanakan diseluruh penjuru dunia.

  1. وَوُجُوْبُ الْجِهَادِ وُجُوْبُ الْوَسَائِلِ لاَ الْمَقَاصِدِ اِذِ الْمَقْصُوْدُ بِالْقِتَالِ إِنَّمَا هُوَ الْهِدَايَةُ وَمَا سِوَاهَا مِنَ الشَّهادَةِ وَاَمَّا قَتْلُ الْكُفَّارِ فَلَيْسَ بِمَقْصُوْدٍ حَتىَّ لَوْ اَمْكَنَ الْهِدَايَةُ بِاِقَامَةِ الدَّلِيْلِ بِغَيْرِ جِهَادٍ كَانَ اَوْلىَ مِنَ الْجِهَادِ.

Kewajiban berjihad merupakan kewajiban melaksanakan perantara demi mewujudkan tujuan, bukan kewajiban melaksanakan tujuan. Karena maksud berperang hanya terwujudnya hidayah Allah (bagi masyarakat) dan lainnya yaitu gugur syahid. Adapun membunuh orang kafir bukan merupakan tujuan sehingga jika terwujudnya hidayah bisa dicapai dengan cara menegakkan dalil (argumen) tanpa dengan cara jihad, maka hal itu lebih utama daripada jihad.

  1. اْلاِسْتِبْدَادُ المُفْضِى إِلَى الضَّرَرِ أَوِ الظُّلْمِ مَمْنُوْعٌ كَالْاِسْتِبْدَادِ فِى احْتِكَارِ الأَقْوَاتِ وَاسْتِبْدَادِ أَحَدِ الرَّعِيَّةِ فِيمَا هُوَ مِنَ اخْتِصَاصِ الْإِمَامِ مِثلَ الْجِهَادِ وَالْاِسْتِبْدَادِ فِى إقَامَةِ الحُدُوْدِ بِغَيْرِ إِذْنِ الْإِمَامِ.

Tindakan semena-mena yang bisa menimbulkan bahaya atau kedhaliman adalah dilarang, sebagaimana halnya tindakan sewenang-wenang dalam menimbun bahan makanan pokok, tindakan sewenang-wenang oleh salah seorang rakyat dalam suatu hal yang menjadi kewenangan khusus imam/ pemimpin seperti jihad. Dan tindakan semena-mena dalam menegakkan hukuman had dengan tanpa seizin imam.

  1. الْاِنْتِحَارُ حَرَامٌ بِالاِتِّفَاقِ، وَيُعْتَبَرُ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ بَعْدَ الشِّرْكِ بِاللهِ قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلاَ تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَقَالَ: وَلاَ تَقْتُلُوْا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا وَقَدْ قَرَّرَ الْفُقَهَاءُ أَنَّ الْمُنْتَحِرَ أَعْظَمُ وِزْرًا مِنْ قَاتِلِ غَيْرِهِ وَهُوَ فَاسِقٌ وَبَاغٍ عَلَى نَفْسِهِ، حَتَّى قَال بَعْضُهُمْ: لاَ يُغَسَّلُ وَلاَ يُصَلَّى عَلَيْهِ كَالْبُغَاةِ وَقِيْلَ: لَا تُقْبَلُ تَوْبَتُهُ تَغْلِيْظًا عَلَيْهِ كَمَا أَنَّ ظَاهِرَ بَعْضِ الْأَحَادِيْثِ يَدُلُّ عَلَى خُلُودِهِ فِي النَّارِ. مِنْهَا قَوْلُهُ مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَل نَفْسَهُ فَهُوَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهَا خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا اهـ .

Bunuh diri hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama dan dipandang dosa yang paling besar setelah syirik kepada Allah. Allah berfirman (artinya): “Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan jalan yang haq”, dan firman Allah (artinya): “Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kamu semua”. Para Fuqaha menetapkan bahwa orang  yang melakukan bunuh diri lebih besar dosanya dari pada orang yang membunuh orang lain, dan dialah orang fasiq dan menganiaya dirinya, hingga sebagian ulama mengatakan bahwa dia tidak dimandikan dan dishalati sebagaimana para pembangkang. Ada pendapat lain, bahwa dia tidak diterima taubatnya karena memberatkan atas kesalahannya sebagaimana dlahirnya sebagian teks hadits menunjukkan keabadiannya dalam neraka. Di antaranya sabda Rasulullah, “Barangsiapa menjatuhkan dirinya dari gunung hingga membunuh diri sendiri, maka ia akan menjatuhkan dirinya sendiri di neraka jahannam selama-lamanya

  1. فَالْجِهَادُ يَكُوْنُ بالتَّعْلِيْمِ وَتعَلُّمِ أَحْكامِ الْإِسْلاَمِ وَنَشْرِهـَا بَيْنَ النَّاسِ وَبِبَذْلِ الْمَالِ وَبالْمُشَارَكةِ فِي قِتالِ الأَعْدَاءِ إِذَا أَعْلَنَ الإِمَامُ الْجِهَادَ لِقوْلهِ تعالى: جـَاهِدُوا الْمُشْرِكِيْنَ بِأَمْوَالِكُمْ وَاَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ.

Jadi, Jihad bisa dilakukan dengan cara mengajar, mempelajari hukum-hukum Islam dan menyebarluaskannya, membelanjakan harta benda dan berpartisipasi berperang menghadapi musuh bila imam/pimpinan telah menginstruksikan jihad (perang), sebab berdasar firman Allah I: “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta kalian, jiwa dan lisan kalian”.

  1. فَإِنَّ الْمَقْصُوْدَ هِدَايَةُ الْخَلْقِ وَدُعَاؤُهُـمْ إِلَى التَّوْحِيْدِ وَشَرَائِعِ الْإِسْلَامِ وَتَحْصِيْلِ ذَلِكَ لَهُمْ وَلِأَعْقَابِهِمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا يُعَدُّ لَهُ شَيْءٌ فَإِنْ أَمْكَنَ ذَلِكَ بِالْعِلْمِ وَالْمُنَاظَرَةِ وَإِزَالَةِ الشُّبْهَةِ فَهُوَ أَفْضَلُ. وَمِنْ هُنَا نَأْخـُذُ أَنَّ مِدَادَ الْعُلَمَاءِ أَفْضَلُ مِنْ دَمِ الشُّهَدَاءِ. وَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ إِلَّا بِالْقِتَالِ، قَاتَلَنَا إِلَى إِحْدَى ثَلَاثِ غَايَاتٍ، إِمَّا هِدَايَتُهُمْ وَهِـيَ الرُّتْبَةُ الْعُلْيَا، وَإِمَّا أَنْ نَسْتَشْهِدَ دُوْنَهُمْ وَهِيَ رُتْبَةٌ مُتَوَسِّطَةٌ فِي الْمَقْصُوْدِ وَلَكِنَّهَا شَرِيْفَةٌ لِبَذْلِ النَّفْسِ الَّتِيْ هِيَ أَعَزُّ الْأَشْيَاءِ أَفْضَلُ مِنْ حَيْثُ أَنَّهَا وَسِيْلَةٌ لَا مَقْصُوْدٌ مَفْضُوْلَةٌ وَالْمَقْصُوْدُ إِنَّمَا هُوَ إِعْلَاءُ كَلِمَةِ اللهِ تَعَالَى. وَإِمَّا قَتْلُ الْكَافِرِ وَهِيَ الرُّتْبَةُ الثَّالِثَةُ وَلَيْسَتْ مَقْصُوْدَةً.

Maksud daripada jihad adalah terwujudnya hidayah bagi masyarakat dan mengajak mereka kepada ajaran tauhid dan syariat Islam, serta mengupayakan keberhasilannya bagi mereka dan anak cucunya sampai hari kiamat. Jadi jihad tidak berarti apa-apa (selain hanya sebagai perantara). Sehingga apabila tujuan di atas masih bisa dicapai dengan kegiatan ilmiah, diskusi dan meluruskan ajaran-ajaran yang rancu, maka itu lebih utama. Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa “Tinta para ulama” lebih utama daripada darah para syuhada’. Dan jika tujuan di atas tidak bisa dicapai kecuali harus melalui jalan perang, maka kita bolehlah berperang guna mencapai satu di antara tujuan akhir dari perang yaitu (1) terwujudnya hidayah masyarakat, dan ini tingkatan yang tertinggi (2) agar memperoleh status mati syahid dan ini tingkatan menengah melihat pada tujuan jihad. Akan tetapi merupakan tingkatan yang mulia, karena telah menyerahkan jiwanya demi terwujud sesuatu yang paling mulia. Dan merupakan tingkatan yang paling utama melihat pada jihad sebagai perantara, bukan sebagai tujuan (yang tentu saja lebih utama dari perantaranya). Sedangkan tujuan jihad semata-mata hanyalah agar kalimat Allah (Kalimah Tauhid dan Dinul Islam) menjadi mulia. Dan (3) membunuh orang kafir dan ini merupakan tingkatan yang ketiga yang sebenarnya bukan tujuan daripada jihad.

  1. أَنَّ هُنَاكَ خَمْسَةُ أَنْوَاعٍ مِنَ الْجِهَادِ أُشِيْرَ إِلَيْهَا بِالْكِتَابِ أَوِ السُّنَةِ الْجِهَادُ بِاللِّسَانِ الْجِهَادُ التَّعْلِيْمِي الْجِهَادُ بِالْيَدِ وَالنَّفْسِ الْجِهَادُ السِّيَاسِيُّ الْجِهَادُ الْمَالِي اهـ

Ada 5 macam jihad yang saya isyaratkan oleh al-Kitab dan as-Sunnah, yaitu dengan berorasi, berjihad dalam bidang pendidikan, berjihad dengan fisik dan jiwa, berjihad melalui jalur politik dan berjihad dengan harta benda.

  1. اِعْلَمْ اَنَّ قِتَالَ الْكُفَّارِ وَسِيْلَةٌ وَلَيْسَ غَايَةً فَاِذَا تَحَقَّقَّ الْهَدَفُ الْمَقْصُوْدُ بِدُوْنِ قِتَالٍ فَذَلِكَ هُوَ الْمَطْلُوْبُ وَلاَيُشْرَعُ الْقِتَالُ حِيْنَئِذٍ … وَالْوَسِيْلَةُ الْأُوْلىَ إِلىَ ذَلِكَ إِنَّمَا هِيَ الدَّعْوَةُ الْقَائِمَةُ عَلىَ الْمَنْطِقِ وَالْحِوَارِ وَاسْتِنْهَاضُ كَوَامِنِ الاِنْسَانِيَّةِ وَالاِنْصَافُ وَالْحَذَرُ مِنَ العَوَاقِبِ فِي نُفُوسِهِمْ … وَإِنْ لَمْ يَتـَحَقَّقِ الْهَدَفُ الْمَطْلُوبُ بِاَنْ قُوبِلَتِ الدَّعْوَةُ بِالاِسْتِنْكَارِ وَالعِنَادِ وَالصَّدِّ وَالمَنْعِ حَتىَّ لَمْ يَكُنْ مِنْ سَبِيلٍ لإِبْلاَغِهَا دَهْمَاءَ النَّاسِ وَعَامَّتَهُمْ فَاِنَّ عَلَى المُسْلِمِينَ أَنْ يُتْبِعُوْا هَذِهِ المَرْحَلَةَ بِالمَرْحَلَةِ الثَّانِيَّةِ الَّتِى تَلِيْهَا بِأَمْرِ الحَاكِمِ المُسْلِمِ وَبِشَرْطِ اَنْ يَأنَسَ القُدْرَةَ عَلَى ذَلِكَ وَهِيَ القِتَالُ المُنَاجِزَةُ.

Ketahuilah bahwa memerangi kaum kafir adalah merupakan sarana/ alat dan bukan tujuan akhir. Maka, jika sasaran yang menjadi tujuan (jihad) sudah terealisasi tanpa berperang, maka itulah yang dikehendaki dan tidak perlu melakukan peperangan … Sarana yang pertama untuk mencapai tujuan jihad itu adalah dakwah yang ditegakkan diatas ilmu mantiq (logika) dan perdebatan, membangkitkan potensi sumber daya manusia, berlaku adil dan menghindari akibat-akibat pada dirinya… Dan apabila tujuan jihad yang dimaksud tidak dapat dicapai, dengan gambaran upaya dakwah dilawan dengan pengingkaran dan penentangan hingga tiada jalan untuk menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas, maka wajib atas kaum muslimin untuk melanjutkan pada tahapan jihad yang kedua dengan berdasarkan perintah hakim muslim dan disyaratkan merasa ada kemampuan untuk itu dan cara itu ialah perang secara terang-terangan.

  1. وَيُلَاحَظُ مِنْ مَعْرِفَةِ هَذِهِ الْأَحْكَامِ أَنَّ تَطْبِيْقَ أَحْكَامِ الشَّرِيْعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ لَيْسَ شَرْطًا لِاعْتِبَارِ الدَّارِ دَارَ الْإِسْلَامِ وَلَكِنَّهُ حَقٌّ مِنْ حُقُوْقِ دَارِ الْإِسْلَامِ فِيْ أَعْنَاقِ الْمُسْلِمِيْنَ فَإِذَا قَصَّرَ الْمُسْلِمُوْنَ فِيْ إِجْرَاءِ الْأَحْكَامِ الْإِسْلَامِيَّةِ عَلَى اخْتِلَافِهَا فِيْ دَارِهِمْ الَّتِيْ أَوْرَثَهُمُ اللهُ إِيَّاهَا فَإِنَّ هَذَا التَّقْصِيْرَ لَا يُخْرِجُهَا عَنْ كَوْنِهَا دَارَ إِسْلَامٍ وَلَكِنَّهُ يَحْمِلُ الْمُقَصِّرِيْنَ ذُنُوْبًا وَأَوْزَارًا اهـ

Dilihat dari mengetahui hukum-hukum ini bahwa menerapkan hukum syariat Islam bukan suatu syarat bagi negara dianggap sebagai negara Islam, akan tetapi merupakan salah satu dari hak-hak negara Islam yang menjadi tanggung jawab umat Islam. Jadi apabila umat Islam ceroboh dalam menjalankan hukum Islam atas cara yang berbeda-beda di negara yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya, maka kecerobohan ini tidak merusak status negara sebagai negara Islam, tetapi kecorobohan itu membebani mereka dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan.

  1. إِنَّ بِلَادَكُمُ اسْتَقَلَّتْ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلَكِنْ لَا يَزَالُ فِيْهَا الْكَثِيْرُ مِنَ الْكُفَّارِ وَأَكْثَرُ أَهْلِهَا مُسْلِمُوْنَ وَلَكِنِ الْحُكُوْمَةُ اعْتَبَرَتْ جَمِيْعَ أَهْلِهَا مُسْلِمُهُمْ وَكَافِرُهُمْ عَلَى السَّوَاءِ وَقُلْتُمْ إِنَّ شُرُوْطَ الذِّمَّةِ الْمُعْتَبَرَةِ أَكْثَرُهَا مَفْقُوْدَةٌ مِنَ الْكَافِرِيْنَ فَهَلْ يُعْتَبَرُ ذِمِّيِّيْنَ أَوْ حَرْبِيِّيْنَ وَهَلْ لَنَا نَتَعَرَّضُ لِإِيْذَائِهِمْ أَذًى ظَاهِرًا إِلَى أَخِرِ السُّؤَالِ؟ فَاعْلَمْ أَنَّ الْكُفَّارَ الْمَوْجُوْدِيْنَ فِيْ بِلَادِكُمْ وَفِيْ بِلَادِ غَيْرِكُمْ مِنْ أَقْطَارِ الْمُسْلِمِيْنَ كاَلْبَاكِسْتَانِ وَالْهِنْدِ وَالشَّامِ وَالْعِرَاقِ وَالسُّوْدَانِ وَالْمَغْرِبِ وَغَيْرِهَا لَيْسُوْا ذِمِّيِّيْنَ وَلَا مُعَاهَدِيْنَ وَلَا مُسْتَأْمَنِيْنَ بَلْ حَرْبِيُّوْنَ حِرَابَةً مَحْضَةً … لَكِنِ التَّصَدَّى لِإِيْذَائِهِمْ أَذًى ظَاهِرًا كَمَا ذَكَرْتُمْ فِي السُّؤَالِ يُنْظَرُ فِيْهِ إِلَى قَاعِدَةِ جَلْبِ الْمَصَالِحِ وَدَرْءِ الْمَفَاسِدِ وَيَرْجِحُ دَرْءُ الْمَفَاسِدِ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ وَلَاسِيَّمَا وَأَحَادَ النَّاسِ وَأَفْرَادَهُمْ لَيْسَ فِيْ مُسْتَطَاعِهِمْ ذَلِكَ كَمَا هُوَ الْوَاقِعُ وَالْمُشَاهَدُ اهـ

Negara kalian telah merdeka alhamdulillah, tetapi tidak henti-hentinya disana terdapat banyak orang kafir, padahal mayoritas penduduk negara itu kaum muslimin. Namun pihak pemerintah memperlakukan sama pada seluruh penduduk, baik yang muslim maupun yang kafir, dan kalian berkata bahwa sesungguhnya syarat-syarat dzimmah yang mu’tabar itu kebanyakan tidak terpenuhi dari pihak orang-orang kafir. Apakah mereka itu dianggap golongan kafir dzimmi atau harbi, dan apakah kita boleh bersikap mengganggu mereka dengan menyakiti mereka secara terang-terangan… Sampai akhir pertanyaan? Aku (syekh Ismail Zain) menjawab: Ketahuilah bahwa orang-orang kafir yang berada di negara kalian dan negara-negara lain di daerah umat Islam seperti Pakistan, India, Siria, Irak, Sudan, Maroko dan yang lain, bukanlah golongan kafir dzimmi, mu’ahad maupun musta’man, bahkan mereka itu golongan kafir harbi secara murni… akan tetapi untuk bersikap memusuhi mereka dengan terang-terangan, sebagaimana kalian sebut dalam pertanyaan perlu melihat kaidah “menarik kemaslahatan dan menolak kerusakan”, dan “yang unggul adalah menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan”, lebih-lebih bagi individu-individu manusia dimana mereka tak punya kemampuan yang memadahi untuk bertindak seperti itu sebagaimana kenyataan yang ada dan terlihat.