Home Fiqih Viral Ternak Lele di Septic Tank, Ini Hukum Memakannya

Viral Ternak Lele di Septic Tank, Ini Hukum Memakannya

0

Oleh: Miftahul Abidin*

Beberapa waktu lalu, netizen diramaikan dengan postingan video di TikTok dan Twitter yang menayangkan ternak ikan lele di septic tank atau tangki penampungan kotoran manusia.

Lele adalah jenis ikan yang hidup di air tawar. Lele mudah dikenali karena tubuhnya yang licin, agak pipih memanjang, serta memiliki kumis yang panjang, mencuat dari sekitar bagian mulutnya. Ikan ini mempunyai kemampuan yang kuat untuk bertahan hidup dan bergerak di luar air.

Video viral menperlihatkan orang memasukkan benih ikan lele ke dalam kloset duduk. Lalu dia menekan tombol flush agar benih lele tadi masuk ke septic tank. Lele itu kemudian tumbuh dengan makanan kotoran manusia.

Selang waktu dua bulan, orang dalam video lalu memancingnya. Setelah terkumpul, lele dibersihkan, dibumbui dan dimasak untuk dimakan.

Tentu cara berternak lele seperti itu tidak lazim dipraktikkan oleh masyarakat. Umumnya, masyarakat melakukan ternak lele dengan membuat kolam atau mengembangbiakkannya di dalam ember yang biasanya dikenal dengan istilah budikdamber, atau budidaya ikan dalam ember.

Pakan yang biasanya diberikan berupa pelet yang khusus untuk lele atau pakan yang diproduksi sendiri.

Tanggapan warganet menyikapi video viral itu sangat beragam. Banyak yang illfeel atau merasa jijik, bahkan sampai kapok makan ikan lele. Sebagian acuh tidak mempersoalkannya.

Namun demikian, banyaknya warganet yang jijik dengan cara ternak lele di septic tank seperti itu, sedikit banyak akan merugikan pelaku usaha kuliner yang menjadikan lele sebagai menu hidangannya.

Baca Juga: Penyelewengan Dana ACT, Pencederaan Sebuah Amanah

Lantas bagaimana bila kasus tersebut ditinjau dari sudut pandang fikih? Apa hukum memakan lele yang diternakkan di septic tank? Haram ataukah halal?

Menurut penulis kasus ini identik dengan kasus jallalah—hewan pemakan kotoran. Dalam kitab Kifayatul Akhyar, Imam Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad Al-Hishni (wafat 829 H) menyatakan:

(فرع) تكره الدّابَّة الجَلالَة سَواء الشّاة والبَقَرَة والدجاجة وغَيرها لِأنَّهُ ﷺ نهى عَن أكل الجَلالَة وألْبانها والجَلالَة هِيَ الَّتِي أكثر أكلها العذرَة اليابِسَة كَذا قالَه الشَّيْخ أبُو حامِد وقالَ غَيره هِيَ الَّتِي تَأْكُل العذرَة وأطلقوا ذَلِك ثمَّ الكَراهَة منوطة بِتَغَيُّر الرّائِحَة والنَّتن فَإن وجد فِي عرقها أو غَيره ريح النَّجاسَة فجلالة وإلّا فَلا كَذا صَححهُ النَّوَوِيّ فِي أصل الرَّوْضَة

“(Cabang hukum) Memakan hewan jallalah dihukumi makruh, sama halnya berupa kambing, sapi, ayam, dan lainnya. Karena Nabi Muhammad saw melarang mengkonsumsi daging jallalah dan susunya. Jallalah adalah hewan yang sering memakan kotoran hewan yang sudah kering, sebagaimana dikatakan oleh Imam Abu Hamid Al Ghazali. Ulama lain menyatakan, jallalah adalah hewan yang memakan kotoran secara mutlak, baik kering atau basah. Kemakruhan memakan hewan jallalah didasarkan pada perubahan bau busuknya. Jika ada bau najis di daging atau selainnya, maka itu adalah jallalah; jika tidak ada, maka tidak dihukumi sebagai hewan jallalah. Demikian pendapat yang dishahihkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Ashlur Raudhah.” (Abu Bakar al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Damaskus, Darul Khair], halaman 524).

Simak video-video kajian islam kami di fanpage aswajamuda.com

Jadi bisa disimpulkan, hukum memakan daging hewan jallalah atau hewan pemakan kotoran hewan atau manusia, seperti lele dalam kasus di atas adalah makruh bila daging lele berbau kotoran. Bila tidak, maka tidak makruh.

Namun dalam hal ini masih ada solusi agar terhindar dari hukum makruh memakan lele yang masih bau kotoran. Yaitu lele dipindah ke kolam bersih selama beberapa waktu, kurang lebih satu minggu, dan diberi pakan pelet sampai bau kotoran hilang darinya.

Dengan demikian hukum memakannya tidak makruh, alias halal. Wallahu ‘Alam.

*Wakil Ketua LBM NU Salaman dan Pengajar Pesantren Joglo Bumi Merdeka Magelang, Jawa Tengah.