Home Fiqih Kewajiban Puasa Ramadhan, Menuju Ridha Tuhan

Kewajiban Puasa Ramadhan, Menuju Ridha Tuhan

0

Puasa Ramadhan merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam, bahkan termasuk kategori ma’lum min ad-din bi ad-dharurah atau ajaran agama yang diketahui secara pasti baik oleh kalangan awam maupun ulamanya. Sehingga orang yang mengingkarinya dinilai kufur. Demikian penjelasan as-Syaikh Ibrahim al-Bajuri (1198-1277 H/1784-1860 M), pakar fikih Syafi’i dan pengajar Universitas al-Azhar Mesir dalam karyanya Hasyiyyah al-Bajuri ‘ala Syarh al-‘Allamah Ibn al-Qasim al-Ghazi (I/549). Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya puasa Ramadhan adalah ayat, hadits, dan ijma’ berikut:

1. Al-Baqarah: 183-185:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ. أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ …

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, supaya kalian bertakwa. Yaitu puasa pada beberapa hari. Kemudian orang dari kalian yang sakit atau dalam perjalanan, maka ia wajib mengqadha’nya di hari yang lain. Bagi orang-orang yang tidak mampu melakukannya maka wajib membayar fidyah memberi makan orang miskin. Kemudian orang yang berbuat kesunahan (dengan membayar fidyah lebih dari kadarnya), maka itu baik baginya. Namun berpuasa itu lebih baik bagi kalian (daripada tidak berpuasa dan membayar fidyah). Hari-hari tersebut adalah bulan Ramadhan yang di dalamnya diturunkan al-Qur’an sebagai peunjuk bagi manusia, dan ayat-ayat yang jelas penjelas berupa penunjuk hukum dan pembeda antara kebatilan dan kebenaran. Orang dari kalian yang menghadiri bulan Ramadhan maka berpuasalah …”

Dalam menjelaskan ketiga ayat ini, pakar fikih Syafi’i dan Hakim Agung masa pemerintahan al-Qaim bi Amrilllah Bani Abbasiyyah, al-Imam Abu al-Hasan al-Mawardi mengatakan, bahwa dalam ayat 183 Allah menjelaskan kewajiban puasa tanpa menjelaskan waktunya. Kemudian pada ayat berikutnya, 184, Allah juga sekedar menjelaskan waktunya adalah beberapa hari. Baru pada ayat 185 secara tegas dijelaskan bahwa waktu puasa wajib tersebut adalah bulan Ramadhan. Artinya dalam ayat ini Allah menentukan waktunya secara terang-terangan setelah sebelum hanya menyebutkannya secara mubham atau (samar) (al-Hawi al-Kabir, III/850-851).

2. Hadits al-Bukhari:

عَنْ شَرِيكِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي نَمِرٍ: أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ: بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ، دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى جَمَلٍ فَأَنَاخَهُ فِي الْمَسْجِدِ ثُمَّ عَقَلَهُ ثُمَّ قَالَ لَهُمْ:

“Diriwayatkan dari Syarik bin Abdillah bin Abi Namir: “Sungguh Ia mendengar Anas bin Malik berkata: “Suatu ketika kami duduk bersama Nabi Saw di masjid, tiba-tiba masuk seseorang dengan mengendarai onta, lalu menduudkkannya di masjid dan mengikatnya.” Kemudian orang itu berkata kepada para Sahabat:

أَيُّكُمْ مُحَمَّدٌ؟ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَّكِئٌ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ، فَقُلْنَا لَهُ: هَذَا الرَّجُلُ الْأَبْيَضُ الْمُتَّكِئُ. فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: ابْنَ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ؟ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ أَجَبْتُكَ. قَالَ الرَّجُلُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي سَائِلُكَ فَمُشَدِّدٌ عَلَيْكَ فِي الْمَسْأَلَةِ، فَلَا تَجِدْ عَلَيَّ فِي نَفْسِكَ. فَقَالَ: سَلْ عَمَّا بَدَا لَكَ.

“Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad?” Padahal saat itu Nabi Saw sedang duduk bersandar di tenga mereka. Lalu kami jawab: “Ini yang berkulit putih dan sedang bersandar.” Orang itu berkata kepada Nabi Saw: “Wahai cucu Abdul Muthallib!” Beliau menjawab: “Sungguh aku telah menjawabmu.” Orang itu berkata: “Sungguh Aku bertanya kepadamu, bertanya dengan serius kepadamu tentang suatu masalah, tapi kamu tidak memperhatikanku.” Nabi Saw menjawab: “Tanyalah dari apa yang jelas ingin kamu tanyakan.”

فَقَالَ: أَسْأَلُكَ بِرَبِّكَ وَرَبِّ مَنْ قَبْلَكَ. آللهُ أَرْسَلَكَ إِلَى النَّاسِ كُلِّهِمْ؟ فَقَالَ: اَللهم نَعَمْ. قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللهِ آللهُ أَمَرَكَ أَنْ نُصَلِّيَ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسَ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ؟ قَالَ: اَللهم نَعَمْ. قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللهِ آللهُ أَمَرَكَ أَنْ نَصُومَ هَذَا الشَّهْرَ مِنْ السَّنَةِ؟ قَالَ: اَللهم نَعَمْ. قَالَ: أَنْشُدُكَ بِاللهِ آللهُ أَمَرَكَ أَنْ تَأْخُذَ هَذِهِ الصَّدَقَةَ مِنْ أَغْنِيَائِنَا فَتَقْسِمَهَا عَلَى فُقَرَائِنَا؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَللهم نَعَمْ.

Orang itu bertanya: “Aku bertanya kepadamu demi Tuhanmu dan Tuhan orang sebelummu. Apakah Allah mengutusmu kepada manusia, seluruh?” Beliau menjawab: “Ya Allah, ya.” Orang itu bertanya: “Aku bertanya kepadamu dengan sumpah demi Allah, apakah Allah memerintahkan kita untuk shalat lima waktu dalam sehari semalam?” Beliau menjawab: “Ya Allah, ya.” Orang itu bertanya: “Aku bertanya kepadamu dengan sumpah demi Allah, apakah Allah memerintahkan kita untuk berpuasa pada bulan Ramadhan ini pada tahun ini?” Beliau menjawab: “Ya Allah, ya.” .” Orang itu bertanya: “Aku bertanya kepadamu dengan sumpah demi Allah, apakah Allah memerintahkanmu untuk menarik zakat dari orang-orang kaya kita dan membaginya kepada orang-orang fakir kita?” Beliau menjawab: “Ya Allah, ya.”

فَقَالَ الرَّجُلُ: آمَنْتُ بِمَا جِئْتَ بِهِ وَأَنَا رَسُولُ مَنْ وَرَائِي مِنْ قَوْمِي وَأَنَا ضِمَامُ بْنُ ثَعْلَبَةَ أَخُو بَنِي سَعْدِ بْنِ بَكْرٍ. (رواه البخاري)

“Orang itu berkata: “Aku beriman dengan ajaran yang Anda bawa. Aku adalah utusan orang-orang di belakangku, yaitu kaumku. Aku Dhimam bin Tsa’labah saudara Bani Sa’d bin Bakr.” (HR. Al-Bukhari)

Hadits ini secara terang-terangan menjelaskan bahwa para sahabat, generasi awal Islam diperintahkan puasa Ramadhan.

3. Hadits Muttafaq ‘Alaih:

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: بُنِيَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أنْ لآ إله إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَإقَامِ الصَّلاَةِ، وَإيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ. (متفقٌ عَلَيْهِ)

“Diriwayatkan dari Ibn Umar ra: “Bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Islam dibangun atas lima rukun, yaitu: “Kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke Baitullah, dan puasa Ramadhan.” (Muttafaq ‘Alaih)

Bahkan hadits yang terakhir ini menegaskan, bahwa puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam.

4. Ijma’. Di antaranya sebagaimana tersirat dalam penjelasan al-Bajuri:

وَالْأَصْلُ فيه قَبْلَ الْإِجْمَاعِ قَوْلُهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ. (البقرة: 183)

Dalil puasa Ramadhan sebelum adanya ijma’ adalah firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kalian berpuasa.” (QS. Al-Baqarah: 183)

Inilah al-Qur’an, al-Hadits, dan Ijma’ yang menunjukkan wajibnya puasa Ramadhan. Semoga kajian ini sedikit banyak menambah pengetahuan dan mengingatkan ilmu tentang puasa, sehingga menjadi sebagian sebab diterimanya ibadah puasa Ramadhan tahun ini dan mempermudah ridha-Nya, sejalan dengan spirit Ibn Ruslan (773-844 H/1371-1440 M), pakar fikih Syafi’i asal Ramalah, Palestina, dalam syair Zubadnya:

وَكُلُّ مَنْ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَعْمَلُ — أَعْمَالُهُ مَرْدُودَةٌ لَا تُقْبَلُ

“Setiap orang yang beramal tanpa ilmu, amal-amalnya tertolak tidak diterima.”

Oleh :
Ahmad Muntaha AM

Referensi :

  1. Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyyah as-Syaikh Ibrahim al-Baijuri ‘ala Syarh al-‘Allamah Ibn al-Qasim al-Ghazi, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1420 H/1999 M), cet. Ke-2, Juz I h. 549.
  2. Muhammad bin Ahmad al-Mahalli dan Abdurrahman bin Abi Bakr as-Suyuthi, Tafsir al-Jalalain, (Kairo: Dar al-Hadits, tth.), edisi Ahmad Muhammad Syakir, dkk., Juz I, h. 35-36.
  3. Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Hawi al-Kabir, (Bairut: Dar al-Fikr, tth.), Juz III, h. 85—851.
  4. Abdullah Sirajuddin al-Husaini, as-Shiyam Adabuh wa Mathalibuh wa Fawaiduh wa Fadhailuh, (Halab: Maktabah Dar al-Falah, tth.), h. 11-13.
  5. Ahmad bin Husain bin Hasan bin Ali bin Arsalan/Ruslan, Matn Zubad pada Ghayah al-Bayan Syarh Zubad Ibn Ruslan, (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1414 H/1994 M), h. 6.

Ilustrasi : sociallbuzz

Previous articleUrgensi Puasa
Next articleNekat Membatalkan Puasa
PP Imadut Thulabah, Nepak, Mertoyudan Magelang. PP Nurul Hidayah, Pangen Juru Tengah, Purworejo. PP Lirboyo Kota Kediri (2001-2010). Sekretaris PC LBM NU Kota Surabaya (2013-2015 & 2015-2017). Narasumber Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur (2014-sekarang). Wakil Sekretaris PW LBM NU Jawa Timur (2013-sekarang). Pengurus LTN HIMASAL (Himpunan Alumni Santri Lirboyo PUSAT) dan Lirboyo Press. Penulis Buku Populer Khazanah Aswaja.