Home Fiqih Hukum Narkotika Dalam Pandangan Islam

Hukum Narkotika Dalam Pandangan Islam

0
narkotika dalam pandangan islam

oleh : Ahmad Muntaha AM

Islam Agama Maslahat

Islam agama yang berfungsi mengatur kehidupan manusia, mewujudkan kemaslahatan hakiki, dan menolak segala bentuk mafsadah (kerusakan) dan kejahatan, sesuai bukti empirik dari berbagai penelitian hukum-hukum ibadah, dan hubungan sosial kemasyarakatan yang diajarkan al-Qur’an. Sehingga tidak ditemukan hukum wajib atau sunnah kecuali di situ terdapat kebaikan bagi individu maupun masyarakat, dan tidak ditemukan hukum makruh atau haram kecuali terdapat keburukan atau bahaya di dalamnya.[1] Akal sehat pun membenarkan ajaran Islam, sebagimana tidak samar bagi orang akal bersehat, bahwa mewujudkan kemaslahatan dan menolak kerusakan merupakan kebaikan. Begitu pula tidak samar baginya, bahwa menolak bahaya yang lebih besar lebih diprioritaskan daripada mewujudkan kebaikan yang lebih kecil. Syaikh ‘Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H/1181-1262 M) menyatakan:

أَنَّ دَرْءَ الْمَفَاسِدِ الرَّاجِحَةِ عَلَى الْمَصَالِحِ الْمَرْجُوحَةِ مَحْمُودٌ حَسَنٌ. [2]

“Sungguh menolak bahaya yang lebih besar lebih daripada mewujudkan kebaikan yang lebih kecil merupakan hal yang terpuji dan baik .”

Dalam ungkapan yang lebih luas, syariat Islam mempunyai lima maksud yang diterjemahkan dalam berbagai syariatnya, yang terkenal dengan istilah maqashid as-Syari’ah dan merupakan kemaslahatan yang dipertimbangkan syariat. Imam Abu Hamid al-Ghazali (w. 520 H/1125 M) menjelaskan:

وَمَقْصُودُ الشَّرْعِ مِنَ الْخَلْقِ خَمْسَةٌ وَهُوَ أَنْ يُحْفَظَ عَلَيْهِمْ دِينُهُمْ وَنَفْسُهُمْ وَعَقْلُهُمْ وَنَسْلُهُمْ وَمَالُهُمْ. فَكُلُّ مَا يَتَضَمَّنُ حِفْظَ هَذِهِ الْأُصُولِ الْخَمْسَةِ فَهُوَ مَصْلَحَةٌ وَكُلُّ مَا يُفَوِّتُ هَذِهِ الْأُصُولِ فَهُوَ مَفْسَدَةٌ وَدَفْعُهَا مَصْلَحَةٌ. [3]

“Maksud syariat bagi manusia ada lima, yaitu: 1) terjaganya agama, 2) jiwa, 3) akal, 4) keturunan, dan 5) hartanya.” Karenanya, setiap hal yang menjaga kelima pokok ini  maka merupakan kemaslahatan; dan setiap hal yang merusaknya maka merupakan kerusakan, dan menolaknya merupakan kemaslahatan.”

Sebab itu, dalam Islam diharamkan kufur dan bid’ah, sekaligus ditegakkan sanksinya karena prinsip menjaga agama (hifzh ad-din). Diharamkan pembunuhan dan disyariatkan qishash karena memenuhi prinsip menjaga keselamatan jiwa (hifzh an-nafs). Diharamkan zina dan dilegalkan pernikahan karena prinsip (hifz an-nasl). Dilarang mencuri dan sangat tegas sanksinya karena menekankan prinsip melindungi harta (hifzh al-mal). Juga ditegakkan larangan meminum minuman keras (khamr), sebab menjunjung tinggi prinsip menjaga kesehatan akal (hifz al-‘aql). [4]

Yang menjadi pertanyaan, bagaimana pandangan Hukum Islam (fikih) tentang Narkotika,  dan hal ihwal seputarnya?

Sekilas Narkotika Dalam UU No 35 Tahun 2009

Narkoba dalam pasal 1 ayat 1 UU No 35 Tahun 2009 didefinisikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagimana terlampir dalam undang-undang ini. Dalam Undang-undang tersebut narkotika digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu: [5]

  1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan I mencakup 65 macam, seperti opium, ganja, kokain, tanaman Papaver Somniferum L dan selainnya.
  2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan II mencakup 86 macam, seperti alfasetilmetadol, benzetidin, morfin, dan garam-garam dari Narkotika dalam golongan ini.
  3. Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Narkotika Golongan III mencakup 14 macam, seperti asetildihidrokodeina, kodeina, garam-garam dari Narkotika dalam golongan ini.

Narkotika Dalam Pandangan Islam

a. Hukum Mengonsumsi Narkoba

Dalam persepektif kajian hukum Islam, Narkotika dan sejenisnya hukumnya adalah haram sebagaimana haramnya minuman keras. Dalam hal ini Imam an-Nawawi (631-676 H/1233-1277 M) menegaskan:

وَأَمَّا مَا يُزِيلُ الْعَقْلَ مِنْ غَيْرِ الْأَشْرِبَةِ وَالْأَدْوِيَةِ كَالْبَنْجِ وَهَذِهِ الْحَشِيشَةِ الْمَعْرُوفَةِ فَحُكْمُهُ حُكْمُ الْخَمْرِ فِي التَّحْرِيمِ. [6]

“Barang/zat yang menghilangkan kesadaran akal selain yang berbentuk minuman (cair) dan obat, seperti ganja dan Hasyisy (cannabis ruderalis/ganja India)[7] yang terkenal ini, hukumnya haram sebagaimana khamr.”

Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Abu Ishaq as-Syirazi (393-476 H/1003-1083 M), Ibn Daqiq al-‘Id (625-702 H/1227-1302 M), sebagaimana dikutip oleh Ibn Hajar al-Haitami (909-974 H/1504-1567 M) dalam al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra. [8] Bahkan dalam buku tersebut Ibn Hajar sendiri menyampaikan hadits yang secara khusus menegaskan keharaman ganja: [9]

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهَا قَالَتْ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ. (رَوَاهُ أَحْمَدُ في مُسْنَدِهِ وأبو دَاوُد في سُنَنِهِ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ)

“Diriwayatkan dari Ummu Salamah ra, ia berkata: “Rasulullah telah melarang (mengonsumsi) segala zat yang memabukkan dan melemahkan badan.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad, dan Abu Dawud dalam Sunannya, dengan sanad shahih)

Lebih lanjut Ibn Hajar menerangkan: [10]

قَالَ الْعُلَمَاءُ الْمُفَتِّرُ كُلُّ ما يُورِثُ الْفُتُورَ وَالْخَدَرَ في الْأَطْرَافِ. وَهَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ دَلِيلٌ على تَحْرِيمِ الْحَشِيشِ بِخُصُوصِهِ فَإِنَّهَا تُسْكِرُ وَتُخَدِّرُ وَتُفَتِّرُ وَلِذَلِكَ يَكْثُرُ النَّوْمُ لِمُتَعَاطِيهَا.

“Ulama mengatakan: “Al-Muftir adalah setiap zat yang membuat lemah dan membius anggota badan.” Dalam hadits ini terdapat dalil atas keharaman ganja secara khusus, sebab ganja dapat memabukkan dan membius. Karena itu orang yang mengonsumsinya banyak tidur.”

Bahkan kemudian Ibn Hajar mengutip dari Ahmad bin Idris al-Qarafi (w. 684/1285 M) dan Ibn Taimiyyah (661-728 H/1263-1328 M) yang menghikayatkan telah terjadi Ijma’ ulama atas keharamnnya. Ibn Taimiyyah juga mengatakan: [11]

“Orang yang menghalalkannya maka kufur. Empat Imam madzhab: Malik, Abu Hanifah, as-Syafi’i, dan Ahmad tidak membahasnya karena belum ditemukan pada masa mereka, dan baru populer pada akgir abad ke-6 dan awal abad ke-7 H bersamaan dengan berkuasanya bangsa Tartar (di wilayah negeri-negeri Islam).”  

Demikian pandangan beberapa ulama klasik tentang keharaman ganja. Hal ini juga senada dengan pendapat ulama kontemporer seperti Dr. Wahbah az-Zuhaili (l. 1932 M), pakar Yurisprudensi Islam asal Damaskus, Syiria, yang membahasnya dalam karyanya, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, pada sub bab khusus berjudul: Bahaya Zat-zat Terlarang ( Narkotika ) dan Berbagai Hukumnya dalam Islam. Di akhir pembahasannya tentang hukum mengonsumsi narkotika az-Zuhaili menyimpulkan:

إِنَّ جَمِيعَ الْمُخُدِرَاتِ الْحَادِثَةِ مِنْ قُرُونٍ بَعْدَ الْقُرُونِ السِّتَّةِ الْأُولَى حَرَامٌ كَالْخَمْرِ، لِمُخَامَرَتِهَا الْعَقْلَ وَتَغْطِيَتِهَا إِيَّاهُ. وَفِيهَا مَفَاسِدُ الْخَمْرِ وَمَضَارُّهُ، وَتَزِيدُ عَلَيْهَا، فَهِيَ أَكْثَرُ ضَرَرًا وَأَكْبَرُ فَسَادًا مِنَ الْخَمْرِ، لِأَنَّهَا تَضُرُّ الْأُمَّةَ ضَرَرًا بَلِيغًا، أَفْرَادًا وَجَمَاعَاتٍ، مَادِيًّا، وَصِحِّيًا، وَأَدَبِيًّا … [12]

“Sungguh semua jenis narkotika baru yang muncul sejak beberapa abad setelah enam abad Hijriyyah yang pertama hukumnya haram sebagaimana khamr, karena menutupi dan merusak akal. Di dalamnya terdapat kerusakan dan bahaya khamr, bahkan lebih. Narkotika lebih membahayakan dan lebih membuat kerusakan daipada khamr. Sebab Narkotika telah merusak umat manusia dengan sangat dahsyat, merusak individu, masyarakat, materi, kesehatan, dan peradaban …”

Namun demikian, keharaman mengonsumsi Narkotika ini mengecualikan untuk kepentingan medis/pengobatan, sebagaimana penjelasan Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi (w. < 1302 H/1885 M) dalam I’anah at-Thalibin:

(قَوْلُهُ: لِحَاجَةِ التَّدَاوِيْ) مُطْلَقًا سَوَاءٌ كَانَ كَثِيرًا أَمْ قَلِيلًا وَإِنْ كَانَ ظَاهِرُ عِبَارَتِهِ أَنَّهُ مُخْتَصٌّ بِالْقَلِيلِ. [13]

“Ungkapan Zainuddin al-Malibari: “(Boleh mengonsumsi ganja, hasyisy, dan opium) untuk pengobatan”, secara mutlak, baik banyak maupun sedikit, meskipun lahiriah ungkapan Zainuddin al-Malibari mengesankan bahwa hal itu khusus untuk kadar yang sedikit.”

Adapun sanksi atau hukuman bagi pengonsumsi narkoba yang bukan dalam rangka pengobatan menurut Mayoritas Ahli Fikih adalah hukuman ta’zir yang disesuaikan dengan kemaslahatan menurut kebijakan pemerintah. Ta’zir dapat berupa hukuman penjara, denda, dan selainnya, yang menurut pemerintah dapat memberi efek jera baginya. Bahkan dalam konteks ini menurut Fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah pemerintah dapat memberlakukan hukuman mati bila memang kasusnya berulang-ulang dan pelaku tidak jera dengan hukuman selainnya. Syaikh Wahbah az-Zuhaili mengatakan: [14]

وَأَجَازَ فُقَهَاءُ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ أَنْ تَكُونَ عُقُوبَةُ التَّعْزِيرُ هِيَ الْقَتْلُ، وَيُسَمُّونَهُ الْقَتْلَ سِيَاسَةً، أَيْ إِذَا رَأَى الْحَاكِمُ المْصَلْحَةَ فِي ذَلِكَ، وَكَانَ جِنْسُ الْجَرِيمَةِ يُوجِبُ الْقَتْلَ، كَمَا فِي حَالِ التِّكْرَارِ أَوْ إِدْمَانِ الْمُسْكِرَاتِ وَالْمُخْدِرَاتِ …

“Para Fuqaha Hanafiyah dan Malikiyah membolehkan sanksi takzir berupa hukuman mati yang diistilahkan dengan al-qatl siyasah (hukuman mati karena siasat).[15] Maksudnya ketika hakim menilannya sebagai kemaslahatan dalam masalah terkait dan jenis kejahatannya menetapkan hukuman mati, seperti berualng-ulang atau terus-menerusnya mengonsumsi minuman keras dan narkotika.”

Hukum Memproduksi dan Mengedarkan Narkotika

Dalam pasal 1 poin 3 UU No 35 Tahun 2009, produksi Narkotika didefinisikan sebagai kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia atau gabungannya, termasuk mengemas dan/atau mengubah bentuk Narkotika. Kemudian dalam penjelasan Pasal 12 Ayat 1 disebutkan yang dimaksud dengan produksi adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang mengandung Narkotika.

Sedangkan memproduksi Narkoba (yang ilegal bukan dalam kepentingan medis) dalam tinjauan Hukum Islam adalah haram, seperti dijelaskan oleh Syaikh Wahbah az-Zuhaili:

زِرَاعَةُ الْحَشِيشِ وَالْخَشْخَاشِ وَالْقَاتِ وَتَصْنِيعِ الْأَفْيُونِ وَالْكُوكَايِينِ وَالْهَرُويِنِ: إِنَّ كُلَّ مَا يُؤَدِّي إِلَى الْحَرَامِ فَهُوَ حَرَامٌ، وَكُلُّ مَا يُعِينُ عَلَى الْمَعْصِيَةِ فَهُوَ مَعْصِيَةٌ. [16]

“Menanam hashish, khaskhas (papaver nudicaule/tanaman bahan mentah opium), qat (chata edulius/teh Arab), memproduksi opium, kokain, dan heroin. Sungguh setiap aktifitas yang mengantarkan pada keharaman maka hukumnya haram, dan setiap aktifitas yang menolong kemaksiatan maka merupakan maksiat.”

Syaikh Wahbah az-Zuhaili juga menyampaikan beberapa hadits tentang kesimpulan hukum  tersebut, di antaranya:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَنَّ مَنْ حَبَسَ الْعِنَبَ أَيَّامَ الْقِطَافِ حَتَّى يَبِيعَهُ مِمَّنْ يَتَّخِذُهُ خَمْرًا فَقَدَ تَقَحَّمَ النَّارَ. (رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ) [17]

“Diriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh orang yang menimbun anggur pada waktu memanennya  hingga menjualnya kepada orang yang memproduksinya menjadi khamr, maka niscaya ia telah melemparkan dirinya ke Neraka.”  (HR. Abu Dawud)

Syaikh Wahbah az-Zuhaili menegaskan: “Ini adalah dalil sharih (terang-terangan) atas keharaman menanam hashihs, qat, dan setiap tanaman yang menjadi bahan mentah opium, heroin, kokain dan semisalnya.” [18]

Hukum mengedarkan narkotika dengan menjual, membeli, menyelundupkan, dan semisalnya sama dengan hukum memproduksi, yaitu haram karena termasuk kategori memfasilitasi maksiat (i’anah ‘ala ma’shiyah), yang juga masuk dalam keumuman larangan al-Qur’an:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ. (المائدة: ٢)

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah.”  (QS. Al-Maidah: 2)

Baca Juga: Hukum Penolakan Permohonan Grasi Terpidana Mati Kasus Narkoba

Sedangkan hukuman bagi orang yang memproduksi dan mengedarkan narkotika secara ilegal juga sama dengan hukuman mengonsumsinya secara ilegal, yaitu hukuman ta’zir hukuman penjara, denda, dan bahkan hukuman mati bila memang kasusnya berulang-ulang dan pelaku tidak jera dengan hukuman selainnya. [19] Hukuman seperti inilah yang direkomendasikan NU kepada pemerintah dalam Keputusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nomor: 03/Munas/VII/2006 Tentang Bahtsul Masa’il Diniyyah Qanuniyyah pada permasalahan ke-3 tentang RUU Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Dalam keputusan ini pada rekomendasi poin kedua disebutkan:

“2. Perlu adanya peningkatan upaya repressive bagi pelaku tindak kejahatan dalam produksi, pengolahan, peredaran narkotika, termasuk di dalamnya peningkatan ancaman hukuman pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal khusus (hukuman mati)  maupun peningkatan pidana denda.” [20]

Download File Narkotika Dalam Perspektif Hukum Islam


Referensi:

[1] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr, tth.), VII/441.

[2] ‘Izzuddin Abdil ‘Aziz bin ‘Abdissalam, Qawa’id al-Ahkam fi Ishlah al-Anam (Damaskus: Dar al-Qalam, 1421 H/2000 M), I/8.

[3] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul (Madinah: al-Jami’ah al-ISlamiyyah, 1413 H), II/482.

[4] Ibid, II/482-483.

[5] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

[6] Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (Jeddah: Maktabah al-Irsyad, 1413 H), III/9.

[7] Hashish /cannabis ruderalis menurut versi Wikipedia, yaitu suatu macam daun ganja India yang mengonsumsi sedikit saja sangat memabukkan. Baca, Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, (Kuwait: Dzat as-Salasil, 1406-1986 H), VIII/217.

[8] Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, IV/231. Al-Maktabah as-Syamilah, al-Ishdar at-Tsani 2.11.

[9] Ibid., IV/233.

[10] Ibid.

[11] Ibid.

[12] Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/447.

[13] Utsman bin Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Hahsyiyah I’anah at-Thalibin ‘ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H/1995 M), IV/254.

[14] Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/450.

[15] Tentang konsep ta’zir al-qatl siyasah, baca Muhammad Amin Ibn ‘Abidin, Radd al-Muhtar ‘ala Durr al-Mukhtar (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1423 H/2003 M), VI/107.

[16] Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/450.

[17] Hadits ini juga diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dari jalur Buraidah ra dalam al-Mu’jam al-Ausath dengan sanad hasan. Baca, Ibn Hajar al-‘Asqalani, Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam, I/310. Al-Maktabah as-Syamilah al-Isdar at-Tsani, 2.11.

[18] Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, VII/449.

[19] Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami, VII/450.

[20] Tim LTN PBNU, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2010 M  (Surabaya: Khalista, 2011 M),  937.

Referensi

  1. Az-Zuhaili, Wahbah. Tth. Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh,  Damaskus: Dar al-Fikr.
  2. Bin ‘Abdissalam, ‘Izzuddin Abdil ‘Aziz. 1421 H/2000 M. Qawa’id al-Ahkam fi Ishlah al-Anam, Damaskus: Dar al-Qalam.
  3. Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. 1413 H. Al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, Madinah: al-Jami’ah al-Islamiyyah.
  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
  5. An-Nawawi, Muhyiddin bin Syaraf. 1413 H. Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Jeddah: Maktabah al-Irsyad.
  6. Wikipedia
  7. Tim Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Kuwait. 1406-1986 H. Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, Kuwait: Dzat as-Salasil.
  8. Al-Haitami, Ibn Hajar. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra. Al-Maktabah as-Syamilah, al-Ishdar at-Tsani, 2.11.
  9. Ad-Dimyathi, Utsman bin Muhammad Syatha. 1415 H/1995 M. Hahsyiyah I’anah at-Thalibin ‘ala Hall Alfazh Fath al-Mu’in, Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  10. Ibn ‘Abidin, Muhammad Amin. 1423 H/2003 M. Radd al-Muhtar ‘ala Durr al-Mukhtar, Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub.
  11. Al-‘Asqalani, Ibn Hajar. Bulugh al-Maram min Adillah al-Ahkam. Al-Maktabah as-Syamilah al-Isdar at-Tsani, 2.11.
  12. Tim LTN PBNU. 2011 M. Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama 1926-2010 M,  Surabaya: Khalista.

Ilustrasi : okezone.com