Home Fiqih Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Jamaah Shalat Jumat

Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Jamaah Shalat Jumat

0

Keistimewaan hari Jumat ke-14 adalah kehendak Nabi Muhammad Saw menghanguskan rumah orang yang meninggalkannya.

Diriwayatkan dari Abdillah bin Mas’ud ra:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِقَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الْجُمُعَةِ: لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلاً يُصَلِّى بِالنَّاسِ ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ. (رواه الحاكم، وقال: صحيح على شرط الشيخين)


“Sungguh Nabi Saw bersabda kepada kaum yang meninggalkan Shalat Jumat: “Sungguh Aku ingin memerintahkan seseorang untuk mengimami shalat Jumat kaum muslimin, kemudian Aku akan membakar rumah kaum yang meninggalkan shalat Jumat.” (HR. al-Hakim dan ia berkata: “Ini hadits shahih sesuai syarat al-Bukhari dan Muslim.”)

Hadits ini juga diriwayatkan Imam Muslim dengan redaksi أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ sebagai ganti kalimat .أُحَرِّقَ عَلَى قَوْمٍ  

Imam ar-Rafi’i sebagaimana dikutip oleh al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (V/281) menjelaskan bahwa hadits tersebut tidak secara pasti menetapkan bahwa pembakaran dilakukan karena meninggalkan jamaah Shalat Jum’at, sebab kata رِجَالٍ berbentuk nakirah (tidak menunjukkan kaum tertentu), sehingga masih memungkinkan yang dikehendaki adalah segolongan kaum yang meninggalkan jamaah karena faktor munafiq, dan meninggalkan jamaah secara mutlak (bukan karena faktor munafiq) tidak secara mantap menunjukkan keharusan membakar rumah pelakunya.

Bermula dari hadits ini ulama juga membahas penerapan sanksi dengan hukuman harta. Sebagian ulama menyebutkan, hadits ini menerangkan sanksi awal bagi orang meninggalkan Jamaah dengan saksi harta berupa membakar rumah. Namun kemudian hukum ini dinaskh (disalin) dengan hukum lain, sehingga sudah tidak berlaku. Akan tetapi sebagaian ulama Muhaqqiqin menegaskan, hadits ini dan semisalnya tetap berlaku dalam kondisi nahi munkar membutuhkan tindakan yang sangat tegas karena terlalu parahnya kemungkaran dan keengganan para pelaku untuk menghentikannya dengan sanksi yang lebih ringan darinya. Sebagaimana Umar bin Khattab ra membakar toko minuman keras dan praktik hukuman serupa yang dilakukan pemerintahan setelahnya. Demikian penjelasan as-Suyuthi dalam ad-Dibaj ‘ala Muslim (II/294). Wallahu a’lam.

oleh : Ahmad Muntaha AM

bersambung…

Referensi :

  1. As-Suyuthi, al-Lum’ah fi Khasa’is Yaum al-Jum’ah, h. 2.
  2. Abdurra’uf al-Munawi, Faidh al-Qadir Syarh al-Jami’ as_Shaghir, (Bairut: Dar al-Ma’rifah, 1391 H/1972 M) juz V, h. 281.
  3. As-Suyuthi, ad-Dibaj ‘ala Muslim, juz II, h. 294.

Sumber :
Grup Whatsapp, Kajian Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Divisi KISWAH Aswaja NU Center Jatim