Oleh: Ahmad Muntaha AM
Nama lengkapnya an- Nu’aiman bin Umar bin Rifa’ah an Najari al Anshari (w. 41 H/661 M). Sahabat asal Madinah ini terkenal sebagai sosok yang humoris penuh kejenakaan. Sering membuat Nabi Saw dan para sahabatnya tertawa. Berikut ini beberapa kisah ulah kejenakaan Nu’aiman bersama Nabi Saw dan para sahabatnya.
Kisah 1: Hadiah Berbayar
Suatu ketika Nu’aiman pergi ke pasar Madinah membeli makanan, lalu memberikannya kepada Nabi Muhammad Saw.
“Ini Nabi, saya hadiahkan makanan ini kepada Anda”, ucapnya.
Saat tiba waktunya Si Penjual menagih pembayarannya, Nu’aiman mengajaknya menghadap Nabi Saw seraya berkata: “Mohon dibayar dagangan orang ini Nabi!”
Beliau pun terheran dan segera menyergah: “Bukankah Kamu telah menghadiahkannya kepadaku?”
Penuh kepolosan Nu’aiman menjawab: “Sungguh demi Allah, Aku tidak punya uang untuk membayarnya, namun Aku sangat menginginkan Anda memakannya.”
Nabi Saw pun tertawa dan terpaksa membayarnya.
Kisah 2: Pesta Onta
Ada seorang A’raby (pedalaman) yang sowan kepada Nabi Saw dan memarkir ontanya di halaman. Lalu sebagian sahabat mengerjai Nu’aiman yang tersohor kejenakaannya:
“Andai Kamu sembelih onta itu, maka kita akan berpesta memakannya. Kita pesta daging.”
Nu’aiman pun menyembelihnya sesuai bujukan sahabat.
Setelah onta tersembelih, pemiliknya keluar sambil berteriak terkaget-kaget: “Aduh ontaku disembelih, wahai Muhammad!”
Nabi Saw pun keluar dan menelisik: “Siapa yang menyembelihnya?”
“Nu’aiman!” seru para sahabat.
Lalu beliaupun mencari-carinya dan menanyakan keberadaannya, sampai ketemu di rumah Dhiba’ah binti az Zubair bin ‘Abdul Muthallib. Nu’aiman sedang bersembunyi di lobang tanah tertutupi pelepah kurma.
Salah seorang sahabat memberitahukan persembunyian sahabat jenaka ini kepada Nabi Saw, lalu beliau pun menginterogasinya:
“Apa yang membuatmu menyembelih ontanya?”
“Orang-orang yang menunjukkanmu ke persembunyianku itulah yang menyuruhku menyembelihnya” terang Nu’aiman.
Nabi Saw pun tertawa sambil membersihkan debu dari muka sahabat jenakanya karena persembunyiannya yang kotor.
Kisah 3: Sayyidina Utsman Pun Jadi Korban
Penuh kekhusukan dan kesemangatan, Mahramah bin Naufal (w. 54 H/674 M), sahabat Nabi Saw yang sangat renta berusia 115 tahun dan dalam kondisi buta tetap istiqamah shalat jamaah di Masjid Nabawi.
Suatu kali Ia hendak buang air kecil di masjid, sehingga mengundang teguran jamaah lain: “Ini masjid, ini masjid!”
Seketika Nu’aiman datang menghampiri dan menggeret tangannya, mengajaknya ke pojok masjid yang lain. Sahabat jenaka ini pun berbisik: “Sudah kencing di sini.” Tak terhindar, para jamaah lain pun meneriakinya lagi. Nu’aiman bergegas pergi sebelum kondisi menjadi genting.
Seiring menahan geram, Mahramah bertanya kepada para jamaah: “Siapa yang tadi menuntunku ke sini ini?”
“Nu’aiman!” jawab mereka kompak. ”
“Sungguh demi Allah, jika aku menangkapnya akan ku pukul dia dengan tongkatku ini sekeras-kerasnya.”
Setelah cukup lama bersembunyi sampai Mahramah melupakan kejadian ini, suatu hari Nu’aiman mendatanginya di masjid ketika ada Sayyidina Utsman sedang shalat di salah satu sudutnya, dimana shalatnya sangat khusu’ dan tanpa menolah-noleh.
“Apakah Anda mencari Nu’aiman?” pancing dia kepada Makhramah.
“Iya, tunjukkan padaku” jawab Makhramah setelah mengingat peristiwa yang lalu.
Dia segera menuntunnya kepada Sayyidina Utsman yang sedang shalat dan berkata: “Ini dia!”
Dengan sekuat tenaga Makhramah memegang tongkat dan memukulnya hingga terluka.
Para jamaah pun berteriak terperangah: “Yang Anda pukul itu Sayyidina Ustman, Amirul Mukminin.”
Tragedi ini kemudian didengar oleh Bani Zahrah, sehingga mereka berkumpul untuk membuat perhitungan. Namun Sayyidina Utsman menyergah: “Jangan laknat Nu’aiman. Sungguh ia telah menghadiri perang Badar.”
Kejenakaan Nu’aiman mengingatkan keutamaan para sahabat lainnya yang juga mengikuti perang Badar, yang dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah Swt sebagaimana kesaksian Nabi Saw:
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ اللهَ اطَّلَعَ عَلَى أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ، فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ (متفق عليه).
“Apa yang Anda ketahui, niscaya Allah melihat orang-orang yang mengikuti perang Badar lalu berfirman: “Berbuatlah sesuka kalian, karena Aku benar-benar telah memaafkan kalian.” (Muttafaq ‘Alaih).
Sumber:
- Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al ‘Asqalani, al Ishabah fi Tamyiz as Shahabah, (Bairut: Dar al Jil, 1412 H), VI/464-465.
- Ibn ‘Abdil Bar, al Isti’ab fi Ma’rifah al Ashab, I/484.
- Muhammad bin Muhammad al Ghazi, al Marah fi al Mizah, (Bairut: Dar Ibn Hazm, 1418 H/1977 M), 62.
- Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al ‘Asqalani, Fath al Bari, (Bairut: Dar al Ma’rifah, 1379 H), VII/305.
- Al Mubarak bin Muhammad al Jazari, an Nihayah fi Gharib al Atsar, (Bairut: al Maktabah al ‘Ilmiyyah, 1399 H/1979 M), IV/510.
- Khairuddin az Zirikli, al A’lam, VII/193 dan VIII/41.