Mati syahid adalah sebutan bagi orang yang mati dalam keadaan sedang membela agama Allah atau mati dalam keadaan menderita, termasuk didalamnya menderita karena asmara.
Syaikh Ibrahim al-Bajury (w.1277 H)- dalam kitab-nya; Hasyiah Al-Bajury (ulasan-ulasan komentar dari kitab Fath al-qarib)- memberikan klasifikasi mati syahid kedalam tiga kelompok, yaitu; syahid dunia-akhirat, syahid dunia, dan syahid akhirat.
Kategori syahid yang pertama (syahid dunia-akhirat) diperuntukkan bagi orang-orang yang gugur dalam medan pertempuran karena melaksanakan perintah agama; yakni berperang melawan musuh demi tegaknya nilai-nilai kemanusiaan di muka bumi dengan menjunjung tinggi kalimat Allah swt.
Kategori syahid kedua (syahid dunia) yaitu orang yang secara lahiriyah berperang demi menjalankan kewajiban agama, namun didalam hatinya tersimpan niat mendapatkan harta rampasan perang (ghanimah). Dalam mengurus perawatanya, Kedua syahid ini tidak boleh di shalati dan dimandikan, cukup dikafani untuk selanjutnya dimakamkan.
Kategori syahid yang ketiga (syahid akhirat), adalah orang-orang yang mati dalam keadaan menderita. Penderitaan ini bisa disebabkan karena faktor internal seseorang; seperti perempuan yang mati karena melahirkan, pencari ilmu meski sedang tidur, dan yang lainnya, atau karena faktor eksternal; yakni seseorang yang sehat jasmani maupun rohani, namun ia mati terkena musibah seperti mati karena tenggelam, kebakaran, atau dibunuh.
Dalam menjelaskan orang-orang yang mati syahid akhirat ini, Syekh Ibrahim al-Bajury, menutup pembahasannya dengan orang yang mati karena dilanda asmara. Menurut beliau, mati karena menahan rindu yang sangat menggebu termasuk bagian dari mati syahid akhirat, namun dengan dua syarat;
Pertama; mampu menahan diri dari hal-hal yang diharamkan; yakni andaikata seseorang ada kesempatan berduaan dengan kekasihnya, ia tetap tidak akan melakukan tindakan yang dilarang Allah, meski hanya sebatas memandang.
Kedua; tidak menyampaikan rasa rindunya kepada siapapun, meski kepada kekasih yang sangat ia rindukan.
Orang yang mati karena merindu kekasih dimasukkan ke dalam syahid akhirat; yakni ia tidak mendapatkan siksa di akhirat karena rindu -betapapun- adalah penderitaan yang begitu berat, terlebih jika tidak disampaikan kepada siapapun.
Di akhir penjelasannya, Syekh Ibrahim al-Bajury mengutip pendapat sebagian ulama dalam nadzam berikut:
كُفَى المُحِبّيْنَ في الدنيا عذابُهم # تا للّه لا عذبَتْهُمْ بعدها سَقَرُ
بَلْ جَنّةُ الخُلْدِ مأوَاهُمْ مُزَخْرَفَةً # يُنْعَمُوْنَ بِهَا حَقّا بِما صَبَرُوْا
فَكَيْفَ لا وَهُمْ حَبّوْا وقَدْ كَتَموْا # مع العِفافِ ؟ بهذا يَشْهَدُ الخَبَرُ
يَأوُوْا قُصُوْرًا وَمَا وُفّوْا مَنَازِلَهُمْ # حتّى يَرَوْا اللْهَ في ذا جَاءَنَا الأثَرُ
“Sudah cukup di dunia siksaan bagi para pecinta (yang tak sampai). Demi Allah kelak di akhirat mereka tidak tersiksa oleh panasnya bara api neraka. Surga keabadian akan menjadi tempatnya, mereka akan diberi perhiasan, diberi kenikmatan oleh Allah sebagai balasan atas kesabarannya. Bagaimana tidak, mereka cinta, tapi merahasiakannya sembari menahan diri dari larangan-larangan Allah. Mereka akan tinggal di istana-istana surga, kebahagiaannya menjadi sempurna dengan bertemu Allah (Sang Kekasih Abadi)”.
(Syekh Ibrahim al-Bajury, Hasyiah al-Bajury: [Kairo: Dar al-Hadits, 2013] Juz I, Hal. 540)
Wallahu a’lam