Sebelum jauh menjawab pertanyaan kapan kita wajib puasa ramadhan, sejenak kita akan membahas tentang pengertian puasa baik secara Etimology maupun Terminology.
Puasa Ramadhan
Puasa secara Etimology diartikan sebagai “Menahan”, menahan diri dari apa saja seperti menahan diri untuk tidak tidur, tidak makan, tidak bicara dan lain-lain. Sedangkan secara Terminology, Puasa diartikan sebagai berikut : “Menahan diri dari hal-hal tertentu, dengan cara dan niat yang khusus”.
Adapun kata Ramadhan sendiri adalah salah satu nama dari bulan ke 9 dalam penanggalan Hijriyah. Dinamakan Ramadhan karena saat orang-orang Arab menamai bulan-bulan mereka bertepatan dengan masa Romdho’ yaitu cuaca yang sangat panas.
Setelah kita memahami arti Puasa baik secara Etimology maupun Terminology, sekarang kita akan menjawab pertanyaan tersebut di atas yaitu :
Kapankah Kita Wajib Berpuasa?
Dalam hal ini, Al-Habib Ahmad Bin Umar Asy-Syathiri ketika mengomentari Pembahasan Puasa pada Kitab Safinatun Najah beliau menuturkan sebagai berikut :
Baca Juga: Siapa Saja yang Wajib Puasa ?
Kita wajib melaksanakan Puasa Ramadhan jika menemukan 1 dari 8 pertanda berikut ini:
- Sempurnanya Sya’ban 30 hari, dengan sempurnanya Sya’ban menjadi 30 hari maka secara otomatis akan memasuki Bulan Ramadhan.
- Nampaknya Hilal bagi orang yang melihatnya walaupun dia itu Fasiq. Sedangkan yang dimaksud dengan Hilal adalah Rembulan pada tanggal 1, 2 dan 3 di bulan Hijriyah. Dan kewajiban Puasa ini teruntuk orang yang telah melihat Hilal.
- Ditetapkannya Hilal oleh Qodhi (Pemerintah) berdasarkan Penglihatan (pengamatan) orang yang Adil Syahadah yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar, tidak pula terus-menerus melakukan dosa kecil dan ketaatannya mengungguli dari kemaksiatannya. Akan tetapi dengan Syarat orang tersebut adalah :
1. Laki-laki,
2. Merdeka (bukan budak/hamba sahaya),
3. Tamyiz,
4. Mempunyai Muruah (menjaga harga diri),
5. Dalam keadaan sadar (bukan mimpi),
6. Bisa berbicara (tidak bisu),
7. Bisa mendengar (tidak tuli) dan
8. Bisa melihat (tidak buta).
Maka tidak bisa diterima jika ada Laporan seseorang telah melihat Hilal sedangkan dia adalah termasuk dari salah satu kriteria berikut ini, yaitu : Fasiq, anak kecil (belum Tamyiz), Hamba Sahaya dan Perempuan. - Kabar akan ketetapan Hilal dari Adil Riwayah yang dipercaya, atau tidak dapat dipercaya akan tetapi ada kecendrungan dalam hati untuk membenarkannya. Sedangkan yang dimaksud Adil Riwayah di sini adalah orang yang memenuhi kriteria Adil Syahadah tapi dikurangi 2 syarat yaitu merdeka dan laki-laki.
- Prasangka masuknya Ramadhan dengan Ijtihad (berupaya mengetahui Ramadhan) bagi orang yang masih belum mendapatkan kepastian tentang kabar Masuknya Waktu Ramadhan seperti orang yang dipenjara atau tersesat di hutan dan sebagainya. Akan tetapi dengan ketentuan, bilamana pada kenyataannya ternyata tidak melenceng dari Ramadhan, maka dia tidak wajib mengqodho’nya. Bedahalnya bagi orang yang berpuasa ternyata masuk sebelum waktunya, maka dia wajib mengqodho’. Sedangkan jika puasanya ternyata melewati masa Ramadhan, maka hal itu sudah dianggap Qodho’.
- Melihat pertanda-pertanda yang menunjukkan masuknya Bulan Ramadhan di Negri yang dapat dipercaya seperti : Lampu-lampu hias yang digantung di menara Masjid atau mendengar Tabuhan Rebbana yang biasa digunakn sebagai Tradisi menyanbut Ramadhan.
- Kabar yang Mutawatir (dari banyak orang) akan nampaknya Hilal di tempat terbitnya walaupun dari orang kafir.
- Bagi orang yang mengetahui masuknya Bulan Ramadhan dengan cara perhitungan Ilmu Falak dan Astrology. Dalam Penghitungan Ilmu Falak biasanya bersandarkan pada derajat ketinggian Bulan dari permukaan Bumi, sedangkan dalam Ilmu Astrologi dengan melihat terbitnya Bintang tertentu di awal bulan, seperti Geminy dll.
Disadur dari Kitab Nail Ar-Raja’ hal. 270-273 cetakan Dar Al-Minhaj karya Sayyid Ahmad Bin Umar Asy-Syathiri Al-Hadromi Asy-Syafi’i (W. 1360 H).
Penulis : Imam Abdullah El-Rashied.
Tarim, 1 Sya’ban 1436 H / 19 Mei 2015
sumber : muslimedianews