Pada tahun ke-7 pasca hijrahnya ke Madinah, Rasulullah Saw. mengajak umat Islam menaklukkan tanah Khaibar: tanah luas yang di antara puluhan ribu penduduknya ada beberapa orang Yahudi yang menjadi provokator utama dalam membentuk aliansi antar suku Arab untuk menyerang dan mengepung Madinah, hingga terjadilah peperangan yang kita kenal dengan Pertempuran Khandaq. (Muhammad al-Khudhari, Nur al-Yaqin, hlm. 203).
Setelah tanah Khaibar berhasil ditaklukkan, ada seorang perempuan Yahudi yang menghadiahkan Rasulullah Saw. kaki kambing yang telah ia racuni sebelumnya. Rasul mengambil sejumput daging dari kaki tersebut kemudian memakannya. Namun, beliau segera memuntahkannya setelah diberi tahu bahwa ada racun pada daging itu.
“Angkat tangan kalian. Kambing ini telah memberitahuku bahwa aku akan terbunuh darinya.” Beliau memperingatkan para sahabatnya.
Tapi nahas bagi salah satu sahabat Nabi yang bernama Bisyr bin al-Bara` r.a. Ia terlanjur memakannya. Ia juga menjawab peringatan Nabi, “Sebenarnya aku juga merasakan ketidaknyamanan pada makanan yang kumakan. Tapi, aku diam hanya karena khawatir akan menganggu selera makanmu.” Setelah itu, Bisyr tak sempat berdiri dari tempatnya hingga warna kulitnya menjadi putih pucat dan kemudian meninggal di hari itu pula.
Kemudian Rasulullah saw. memanggil perempuan Yahudi yang melakukan perbuatan ini.
“Kau telah meracuni (makanan ini)?” Tanya Nabi.
“Siapa yang memberitahumu?” Perempuan itu justru balik bertanya.
“Tulang ini,” kata Nabi sambil menunjuk ke kaki kambing yang dihadiahkan perempuan itu.
Baca juga: Utsman bin Affan dan Firasat Tajamnya
Akhirnya perempuan itu pun mengakui perbuatannya. Setelah ditanya kenapa, ia menjawab, “Tujuanku, jika kau adalah pembohong, maka kami bisa ‘beristirahat’ darimu. Dan kalau kau benar-benar Nabi, maka racun ini tidak akan bisa membahayakanmu.”
Kelanjutannya bisa ditebak: Rasulullah saw. memaafkan perempuan yang sudah berusaha mencelakainya itu. karena perempuan itu akhirnya masuk Islam. sebagaimana yang diriwayatkan oleh Az-Zuhri.
Tapi ada riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah saw. menyerahkan perkara perempuan itu pada keluarga Bisyr yang meninggal tadi. Keluarga mendiang menuntut adanya qisas dan pada akhirnya Rasulullah saw. memerintahkan agar perempuan itu dibunuh. Kemudian untuk berjaga-jaga dari efek bahaya racun, Rasulullah memutuskan untuk melakukan bekam. (Ibn Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, vol. 4, hal. 238-239).
Sekilas tampaknya tidak ada dampak buruk yang disebabkan racun itu pada diri Rasulullah saw. Namun tiga tahun kemudian, di tengah-tengah masa sakit menjelang wafatnya, beliau bersabda:
يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَـمَ الطَّعَامِ الَّذِيْ أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ انْقِطَاعَ أَبْهَرِيْ مِنْ ذَلِكَ السُّمِّ
“Wahai Aisyah, aku senantiasa merasakan sakit dari makanan yang aku makan di Khaibar. Dan kini tibalah saatnya aku merasa urat nadiku akan terputus karena racun itu.”
Para ulama menyatakan, adanya racun mematikan yang terbukti tak butuh waktu lama untuk membunuh, tapi nyatanya butuh waktu tiga tahun untuk benar-benar berdampak buruk kepada Rasululllah adalah salah satu keistimewaan dan mukjizat bagi beliau. Selain itu, hikmah di balik wafatnya Rasul karena racun ini ialah untuk menaikkan derajat mulia Rasul lebih tinggi lagi di sisi Allah Swt. Sebab dengan demikian, beliau wafat dalam keadaan syahid sekaligus sebagai nabi. (Al-Qasthalani, Al-Mawahib al-Ladunniyyah, vol 4, hal. 589).
Bahkan Al-Munawi dalam Faidh al-Qadir (vol. 5, hal. 572) mengutip Abdullah bin Mas’ud r.a. yang menegaskan Rasul wafat dalam keadaan syahid karena racun itu. Wallahu a’lam.