Home Fiqih Hal Apa Saja yang Membatalkan Puasa ?

Hal Apa Saja yang Membatalkan Puasa ?

0

aswajamuda.com (160615) – Dalam hal membatalkan Puasa, Habib Hasan Bin Ahmad Al-Kaff salah satu Murid Habib Zein Bin Smith (Madinah) menyebutkan dalam Kitabnya At-Taqriirot As-Sadiidah pada Bab Puasa  sebagai berikut :

Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa Itu Ada 2 Bagian :

  1. Pertama adalah yang membatalkan (menghabiskan) pahala puasa, akan tetapi dalam hal ini tidak wajib mengqodho’ puasanya.
  2. Kedua adalah yang membatalkan Puasa itu sendiri sekaligus menghilangkan pahalanya jika dilakukan dengan tanpa Udzur, nah dalam hal ini wajib mengqodho’ puasanya.

Bagian Pertama
Hal-hal yang menghapus pahala puasa itu ada 6, yaitu :

  1. Gunjing/Gosip (Ghibah) : Yaitu menyebut kejelekan seorang Muslim walaupun itu benar adanya.
  2. Adu Domba (Namimah) : Yaitu menyampaikan sebuah kabar/perkataan dengan maksud menimbulkan pertikaian.
  3. Dusta.
  4. Melihat sesuatu yang haram atau sesuatu yang menimbulkan Syahwat (birahi).
  5. Sumpah Palsu.
  6. Berkata atau melakukan hal-hal yang buruk (keji).

Sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW :

“كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش”. رواه أحمد وابن ماجه

“Betapa banyak orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya melainkan lapar dan haus”. HR. Imam Ahmad & Imam Ibnu Majah

“خمس يفطرن الصائم : الكذب، والغيبة، والنميمة، والنظر بشهوة، و اليمين الكاذبة”.

قال العلماء : معنى “يفطرن الصائم” أي : يحبطن أجره ويبطلن ثوابه. رواه الديلمي في الفردوس وذكره المناوي في فيض القدير.

“Ada 5 hal yang membatalkan (pahala) puasa, yatu : Dusta, Ghibah (gunjing/gosip), Namimah (adu domba), Melihat (penuh) dengan Syahwat, Sumpah Palsu”.

Ulama menyebutkan yang dimaksud dengan kata “Membatalkan Puasa” dalam Hadits tersebut adalah membatalkan pahala puasa dan menghapus ganjarannya.

HR. Imam Ad-Daylami dalam Kitab Al-Firdaus, dan disebutkan oleh Imam Al-Manawi dalam Kitab Faidh Al-Qodir.

Dalam Hadits lain disebutkan pula :

“الصائم في عبادة من حين يصبح حتى يمسي ما لم يغتب فإذا اغتاب خرق صومه”. رواه الديلمي

“Orang yang sedang berpuasa itu berada dalam (keadaan) Ibadah dari pagi sampai sore selama ia tidak menggunjing, jika ia menggunjing maka ia telah menghanguskan (pahala) puasanya”. HR. Imam Ad-Daylami

“من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه”. رواه البخاري

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk (keji) maka tiada perlunya bagi Allah (untuk mengganjar) ketika ia meninggalkan makanan dan minumannya (puasa)”. HR. Imam Bukhari

Bagian Kedua

Hal-hal yang membatalkan Puasa itu ada 8 :

  1. Murtad, yaitu keluar dari Islam baik dengan Niat atau perkataan atau perbuatan walaupun cuma sebentar Murtadnya.
  2. Haid, Nifas & melahirkan. Walaupun terjadinya beberapa saat menjelang Adzan Maghrib.
  3. Gila walaupun hanya sebentar.
  4. Pingsan & Ayan jika merata selama satu hari penuh, apabila tersadar walau sekejap saja maka Puasanya dianggap Syah menurur Imam Romli, sedangkan menurut Imam Ibnu Hajar membatalkan apabila disengaja walaupun cuma sebentar, sedangkan yang lain menambahkan akan membatalkan jika disengaja dan merata selama satu hari penuh.
  5. Bersetubuh (dengan ketentuan yang akan kami sebutkan di bawah ini).
  6. Sampainya sesuatu yang mempunyai bentuk ke salah satu lubang yang terbuka di badan seperti Mulut, Hidung, Telinga, Kemaluan & Anus (Dubur). Batas mulut adalah tenggorokan, batas hidung adalah tempat di mana jika kemasukan air akan terasa panas, batas telinga adalah batas yang tidak bisa dijangkau oleh jari kelingking, sedangkan batas anus dan kemaluan sudah jelas.
  7. Onani/Masturbasi : Yaitu mengeluarkan mani dengan tangannya atau tangan istrinya, atau dengan mengahayal/melihat sesuatu yang sekiranya sudah ia ketahui akan mengeluarkan mani dengan hal tersebut.
  8. Menyengaja untuk muntah walaupun cuma sedikit. Sedangkan yang namanya muntahan itu adalah makanan yang kembali ke mulut setelah melewati batas tenggorokan walaupun berupa air dan belum berubah warna, rasa dan baunya. Namun jika muntahnya tidak disengaja akan tetapi mulutnya belum sempat disucikan dengan air maka akan membatalkan puasanya jika menelan ludahnya. Sedangkan jika air yang digunakan untuk mensucikan mulut dari Najis Muntahan kemudian tertelan tanpa sengaja maka tidak akan membatalkan puasanya karena hal ini (mensucikan Najis) itu dianjurkan bahkan wajib.

Catatan Tambahan :
A. Dalam masalah membatalkan puasa dengan bersetubuh itu akan dikenakan lima hal berikut ini :

  1. Berdosa.
  2. Wajib Imsak (menahan untuk berpuasa walaupun sudah batal).
  3. Terkena Ta’zir/Sanksi dari Hakim (Pemerintah Islam).
  4. Wajib mengqodho’ Puasanya.
  5. Terkena Kaffarah Udzma, yaitu salah satu dari 3 (tiga) hal berikut ini dan harus berurutan dari yang satu ke yang lainnya ketika tidak mampu :

a) Memerdekakan Hamba Sahaya yang beriman yang tidak mempunyai kekurangan yang menyebabkan pekerjaannya terganggu. Baru gugur kalau tidak menemukannya atau harganya terlalu tinggi dari harga standar.
b) Puasa 2 (dua) bulan berturut-turut. Baru gugur kalau susah baginya untuk berturut-turut selama 2 bulan penuh karena terlalu lemah atau sakit yang sekiranya sangat susah baginya untuk berturut-turut berpuasa selama 2 bulan penuh.
c) Memberi makanan pokok kepada 60 (enam puluh) Fakir/Miskin dengan setiap orangnya 1 mud (6,7 ons). Kalau ternyata tidak mampu juga memberi makanan maka ini tetap menjadi tanggungannya sampai ia mampu, sedangkan menurut sebagian Ulama’ telah gugur dari tanggungannya.

Akan tetapi, dalam masalah bersetubuh di siang hari Ramadhan ini dengan konsekwensinya dikenakan 5 sanksi tersebut di atas jika memenuhi semua syarat berikut ini :

  1. Disengaja, bukan karena lupa dan sebagainya.
  2. Mengetahui akan keharamannya. Jika tidak mengetahuinya, setidaknya dia tidak termasuk Orang Bodoh yang dimaafkan dalam Syariat seperti baru masuk Islam atau jauh dari Ulama’.
  3. Atas kemauannya sendiri (tidak dipaksa).
  4. Membatalkan puasanya dengan sebab persetubuhan (bukan batal karena lainnya seperti makan/minum terlebih dahulu dll).
  5. Di siang hari Ramadhan.
  6. Ketika ia membatalkan puasanya dengan bersetubuh, maka hendaknya ia mendapatkan kewajiban puasa tersebut sehari penuh, bedahalnya dengan orang yang gila atau mati sebelum maghrib maka ia tidak terkena kewajiban Kaffarah.
  7. Hendaknya setubuh/senggamanya itu sempurna, (maaf) yaitu dengan memasukkan semua Kepala Kemaluan Pria ke dalam Kemaluan Wanita, jika hanya masuk sebagian saja maka tidak batal puasanya.
  8. Berdosanya karena persetubuhan yang dilarang dalam puasa, bedahalnya kalau ia bersetubuh dengan Istrinya dalam keadaan Musafir (bepergian) yang diperkenankan untuk mengqoshor Sholat.
  9. Hendaknya berdosanya karena puasa bukan karena asal perbuatan persetubuhannya tersebut, sepertihalnya ia sedang bepergian (musafir) kemudian berzina (Wal Iyadzu Billah Min Dzalik).
  10. Tidak adanya Syubhah (keraguan), sepertihalnya melakukan senggama sedangkan ia masih ragu apakah waktu ketika melakukannya itu diperkenankan (sudah maghrib atau belum masuk waktu Shubuh).

B. Permasalahan Sampai Sesuatu Yang Berbentuk Ke Dalam Badan

  1. Hukum Suntikan & Infus, diperkenankan dalam keadaan darurat akan tetapi Ulama’ berbeda pendapat apakah membatalkan atau tidak, dalam hal ini Ulama’ menjadi 3 (tiga) pendapat :
    1. Membatalkan secara mutlak (tanpa syarat), karena masuk ke dalam badan.
    2. Tidak membatalkan secara mutlak, karena masuknya bukan dari lubang yang terbuka.
    3. Diperinci (dan inilah yang paling benar), apabila sebagai ganti makanan maka membatalkan. Jika tidak untuk makanan yakni untuk pengobatan maka dilihat dulu :
      a. Jika masuknya ke urat/nadi yang tersambung ke pencernaan maka akan membatalkan puasa.
      b. Jika masuknya ke otot/urat yang tidak terhubung ke pencernaan maka tidak membatalkan.
  2. Hukum Dahak, dalam hal ini ada perincian sebagai berikut :
    a) Jika dahak dari dalam perut/tenggorokan melewati batas antara tenggorokan dan mulut kemudian ditelan lagi maka akan membatalkan puasa, terkecuali terlalu susah untuk membuangnya.
    b) Jika dahak berada di dalam (batas antara tenggorokan dan mulut) kemudian ditelan maka tidak akan membatalkan puasa.
  3. Hukum menelan Air Ludah, tidak membatalkan dengan 3 (tiga) syarat :
    a) Murni, yaitu tidak bercampur dengan apapun. Andai bercampur dengan warna makanan atau sejenisnya, apalagi ada bentuknya maka akan membatalkan puasa.
    b) Suci, kalau seandainya terkena Najis seperti gusi berdarah kemudian meludah sampai bersih tetap dihukumi Najis selama tidak berkumur-kumur dengan air.
    c) Ludah masih di tempatnya, yaitu di dalam mulut. Andai keluar sampai pada Bibir kemudian ditelan lagi maka akan membatalkan puasa.
  4. Hukum Masuknya Air Ke Dalam Tubuh Tanpa Sengaja :
    a) Jika mandinya itu dianjurkan seperti mandi wajib atau mandi sunnah, maka tidak akan membatalkan puasa kalau mandinya itu dengan cara mengguyur. Sedangkan kalau mandinya dengan cara berendam maka akan membatalkan puasa.
    b) Kalau mandinya itu tidak dianjurkan (seperti mandi karena gerah atau menjaga kebersihan badan) akan membatalkan puasa jika masuk ke badan walaupun tidak disengaja baik dengan cara diguyur maupun berendam.
  5. Hukum Kemasukan Air Madhmadhah (Kumur-Kumur) & Air Istinsyaq (memasukkan air ke hidung) Saat Wudhu’ :
    a) Kalau kumur-kumur atau memasukkan air ke hidung itu termasuk yang dianjurkan, maka dilihat dulu :
    – Jika tidak berlebihan ( Tidak Mubalaghoh) maka tidak akan membatalkan puasa walaupun air masuk ke dalam (tertelan).
    – Jika berlebihan (Mubalaghoh) akan membatalkan puasa kalau masuk ke dalam, sebab Mubalaghoh dalam kumur-kumur dan memasukkan air ke Hidung saat Wudhu’ itu dimakruhkan di saat berpuasa.
    b) Kalau kumur-kumurnya itu tidak dianjurkan seperti kumur-kumur yang ke 4 (empat) kalinya, atau dilakukan bukan di waktu Wudhu’/ atau mandi wajib maupun sunnah, maka akan membatalkan puasa kalau masuk ke dalam walaupun tidak berlebihan.

C. Permasalahan Mengeluarkan Mani Dengan Sengaja (Onani/Masturbasi)
– Membatalkan dalam 2 (dua) keadaan :

  1. Sengaja berniat mengeluarkan mani dengan cara apapun, termasuk melihat dan menghayal.
  2. Jika keluarnya karena bercumbu dengan Istri tanpa menggunakan pengahalang (kain/baju).

– Tidak membatalkan dalam 2 (dua) keadaan :

  1. Jika keluarnya bukan karena bercumbu seperti melihat atau menghayal, dengan syarat ia tahu biasanya tidak akan keluar mani.
  2. Jika keluarnya karena bermesraan dengan Istri tapi tidak langsung bersentuhan antar kulitnya seperti menggunakan kain/baju.

D. Hukum Berciuman

Haram hukumnya jika berciuman itu membangkitkan syahwat dalam puasa wajib. Jika tidak membangkitkan Syahwat maka meninggalkannya itu lebih utama. Dan tidak membatalkan puasa terkecuali keluar mani karena sebab ciuman tersebut.

Wallohu A’lam Bish-Showab.
Disadur dari Kitab Taqriirot As-Sadiidah Karya Habib Hasan Bin Ahmad Al-Kaff, halaman 448-455 cetakan Dar Al-Mirats An-Nabawi dengan sedikit perubahan dan penyesuaian dalam segi tata dan bahasa.

Oleh : Imam Abdullah El-Rashied, Pin BB 55F24D7C
Tarim, 4 Sya’ban 1436 H/22 Mei 2015


sumber : muslimedianews