Oleh: Al-Habib Ahmad Gholib Basyaiban (PP Ibrohim Sidosermo Dalam Surabaya)
Bernama lengkap Yaqut bin Abdullah al-Habasyi al-‘Arsyi (w. 732 H, versi lain mengatakan: w. 707 H), sufi agung dan tokoh utama tarekat Syadiliyah asal Ethopia yang hidup dan meninggal di Alexandria Mesir. Pribadi yang mencapai makrifatullah, ahli ibadah dan zuhud. Teman Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari penulis kitab popular al-Hikam yang bersama-sama belajar tasawuf kepada Abu al-‘Abbas al-Mursi (w. 686 H/1287 M), ulama Syadziliyah asal kota Murcia Spanyol yang berguru langsung kepada as-Sayyid al-Quthb Abu al-Hasan as-Syadzili (591-656 H/1195-1258 M) pendiri tarekat Syadziliyah asal desa Syadzalah Tunisia—radhiyallahu ‘anhum—.
Isyarat Keistimewaan Saat Kelahiran
Isyarat keistimewaan Syaikh Yaqut yang kemudian menjadi sufi agung kenamaan ternyata sudah terjadi sejak kecil. Bahkan, hari kelahirannya pun diiringi isyarat luar biasa.
Al-Kisah, di kota Alexandria Mesir Syaikh Abu al-‘Abbas al-Mursi melakukan hal di luar kebiasaan orang. Di tengah terik musim panas beliau membuat bubur ‘Ashidah yang lazimnya dibuat di masa musim dingin. Hampir tidak ada orang yang membuatnya di musim lainnya, sehingga menarik komentar koleganya: “Sungguh bubur ‘Ashidah tidak dibuat kecuali di musim dingin!”
Namun apa jawab Sang Guru Sufi Abu al-‘Abbas al-Mursi? “Ini bubur ‘Asyidah untuk merayakan kelahiran saudara kalian Yaqut yang hari ini lahir di negeri Habasyah (Ethopia) sana. Suatu saat ia akan mendatangi kalian semua.”
Kemudian pada masa berikutnya, isyarat itupun menjadi kenyataan. Syaikh Yaqut jauh-jauh dari Ethopia datang ke Alexandria Mesir, belajar hingga menjadi guru besar di sana.
Kedekatan dengan Sufi Agung Sayyid Ahmad al-Badawi
Ketinggian derajat Syaikh Yakut diakui banyak waliyullah lainnya. Di antaranya adalah Sayyid Ahmad al-Badawi (596-675 H/1200-1276 M), waliyullah terkenal asal kota Fes Maroko yang kemudian meninggal dan dimakamkan di kota Tanta Mesir, 120 km arah selatan dari Alexandria.
Suatu ketika, al-‘Alim al-‘Allamah Syamsuddin Ibn al-Labban (679-749 H/1281-1334 M) pakar tafsir dan fikih bermazhab Syafi’i asal Damaskus Syiria yang kemudian berdomisili dan wafat di Mesir, mengingkari kewalian Sayyid Ahmad al-Badawi. Namun kenekatannya membuahkan malapetaka. Segala ilmu dan hapalan al-Qur’annya hilang tanpa tersisa. Berbagai upaya tawassul terhadap para waliyullah telah dilakukan untuk meminta kerelaan Sayyid Ahmad al-Badawi, namun semuanya tertolak. Dalam kondisi terdesak seolah tidak ada yang mampu menolong, ia menghadap bertawassul kepada Syaikh Yakut agar menolongnya.
Baca Juga: Kaya Hati Bukan Kaya Duniawi
Syaikh Yakut pun menyanggupi dan segera pergi ke selatan ke kota Tanta menghadap Sayyid Ahmad al-Badawi untuk memohon kerelaan hatinya atas kekhilafan Ibn al-Labban, dan berdoa mengembalikan derajat serta ilmunya. Sayyid as-Sayyid as-Syarif al-Quthb Ahmad al-Badawi pun mengabulkannya, hingga semua ilmu dan hapalan al-Qur’annya yang sempat hilang pun kembali seperti sedia kala.
Penghormatan Sampai Mati
Bahkan Syaikh Yakut menikahkan Syaikh Ibn Labban dengan putrinya sendiri. Mengingat jasa besarnya, di kemudian hari Syaikh Ibn Labban pun mengabadikan penghormatannya yang sangat tinggi terhadap mertua sekaligus gurunya itu. Ia berwasiat agar kelak ketika meninggal tidak dimakamkan sejajar dengan isterinya, tapi di arah bawah kedua kaki istrinya demi menghormati guru sekaligus mertuanya.
Julukan al-‘Arsy
Kenapa Syaikh Yakut dijulukui al-‘Arsyi (berbangsa ‘Arsy)? Dalam hal ini dipercaya karena hatinya selalu di bawah Arsy (sangat khusu’ dan benar-benar merasakan kehadiran Tuhan). Tiada yang di bumi kecuali jasadnya. Keterangan lain menyebutkan, beliau dijuluki al-‘Arsyi beliau mendengar adzan dari para Malaikat penyangga Arsy.
Merpati pun Mengadu
Kekeramatan Syaikh Yaqut al-‘Arsyi tidak diragukan lagi. Dikisahkan, suatu ketika di tengah majelis pengajiannya, tiba-tiba sekor burung merpati menghinggapinya dan seolah-oleh berbisik berbicara kepadanya. “Bismillah …” sahut Syaikh Yaqut kepadanya. “Sekarang juga”, harap merpati terdengar sangat jelas oleh Syaikh Yakut. Lalu ia pun segera berangkat bersama merpati ke kota Fustat Mesir Kuno hingga masuk ke Masjid Jami’ Amr.
Beliau Berkata: “Pertemukan aku dengan Fulan Si Tukang Azan”. Lalu orang-orang pun mempertemukannya. Syaikh Yaqut menghardik: “Merpati ini memberitahuku bahwa Engkau selalu menyembelih anaknya tiap kali ia beranak di dalam menara.” Si Muazin menjawab: “Benar apa yang Anda katakan, sungguh Aku telah menyembelih anak-anak merpati ini berulang kali.” Syaikh Yaqut pun memperingatkannya agar berbelas kasih dan tidak menyembelih anak merpati itu lagi. “Aku bertobat kepada Allah Ta’ala”, jawab Si Muazin penuh penyesalan, seiring Syaikh Yaqut beranjak pulang.
Baca Juga: Hakikat Tawakal: Jadilah Seperti Burung
Mengomentari teladan kasih dan sayang terhadap hewan dari Syaikh Yaqut, as-Sya’rani mengatakan:
“Lihatlah para waliyullah wahai saudaraku, bagaimana burung-burung pun merasakan kasih sayang nya. Bagaimana Allah mengajari Tuanku Yaqut bahasanya, bahasa warisan Nabi Sulaiman—‘alaihis salam—. Karena itu saudaraku, hendaklah Anda mengasihi semua hewan. Semoga Allah memberimu petunjuk.”
Mengharap Rahmat
Sembari mengingat kisah-kisah orang-orang shaleh, seperti Yaqut al-‘Arsyi teladan hati, manusia layak berharap penuh atas rahmat Allah yang maha luas, sesuai pesan syair bijak bestari:
اُذْكُرْ حَدِيثَ الصَّالِحِينَ وَسَمِّهِمْ – فَبِذِكْرِهِمْ تَتَنَزَّلُ الرَّحَمَاتُ
“Tuturkan kisah orang-orang shaleh dan sebut nama mereka, sebab dengan menuturkannya niscaya berbagai rahmat Allah akan turun.”
Keterangan:
- Sumber: a) as-Sya’rani, Lawaqih al-Anwar, II/27, b) Abdul Wahhab as-Sya’rani, Lawaqih al-Anwar fi Bayan al-‘Uhud al-Muhammadiyyah, (Aleppo: Dar al-Qalam al-‘Arabi, 1413 H/1993 M), 744-745, dan c) sumber-sumber lainnya.
- Diedit oleh: Ahmad Muntaha AM
- Ilustrasi: pixabay