Taradhi adalah tradisi memanggil nama khalifah di sela-sela salat tarawih, dan mendoakan ridha kepada mereka.
Pada prakteknya, tradisi taradhi ini dipimpin oleh seorang bilal tarawih. Lalu diikuti oleh para jamaah. Contoh, bilal membaca
الْخَلِيفَةُ الأُولى سَيِّدُنَا أَبو بكر الصديق
Khalifah yang pertama, sayyidina Abu Bakar as-Shiddiq
Kemudian para makmum menjawab bacaan itu dengan doa kepada beliau
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Semoga Allah meridlainya
Praktek ini terus berulang hingga semua nama khalifah telah disebutkan: Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq r.a., Khalifah Umar bin Khatthab r.a., Khalifah Utsman bin Affan r.a., dan Khalifah Ali bin Abi Thalib krw.
Baca Juga: Bacaan Bilal dan Jawabannya dalam Tarawih
Praktek taradhi ini lazim kita temukan di Indonesia, dalam jamaah tarawih para nahdliyin—masyarakat Nahdlatul Ulama. Semakin bersemangat bilal membacakan nama-nama khalifah, semakin bersemangat pula para makmum menjawabnya. Tidak jarang, praktek ini juga menambah semangat para jamaah untuk melaksanakan tarawih.
Selain itu, momen taradhi ini juga sebagai penjeda waktu sejenak antara salam dan takbiratul ihram salat tarawih selanjutnya.
Asal Muasal Tradisi Taradhi
Al-‘Allamah Abdullah bin Mahfuzh al-Haddad di dalam Fatawi Ramadhan-nya menyebut bahwa tradisi taradhi lahir di tanah Hadramaut. Di masa itu, ulama Hadramaut berinisiatif melahirkan tradisi taradhi dalam tarawih sebagai satu gerakan kultural ‘politik syar’i’. Mereka ingin mempertahankan keutuhan umat dan keutuhan akidah Islam yang sahih.
Karena, di masa itu, Hadramaut di ambang perpecahan. Orang-orang Khawarij di sana berkali-kali mencela sahabat-sahabat Nabi. Padahal, dalam akidah ahlussunnah yang benar, golongan sahabat adalah golongan umat Muhammad yang paling mulia dibanding golongan umat setelahnya.
Para ulama Hadramaut ingin mempertahankan kemuliaan dan keutamaan mereka. Mereka ingin melenyapkan pengaruh buruk Khawarij dari tanah Hadramaut. Karena akidah Khawarij ini dinilai sangat berbahaya bagi akidah ahlussunnah.
Karenanya, mereka mencetuskan tradisi taradhi tersebut.
Baca Juga: Mengapa Kita Perlu Memisahkan Dua Rakaat Tarawih dengan Doa atau Bacaan Taradhi?
Hukum Taradhi
Lalu, apakah taradhi ini berhukum sunah?
Jika yang dimaksud sunah adalah anjuran khusus dari Nabi saw. untuk melakukannya, tentu tidak. Karena taradhi baru lahir beberapa abad setelah beliau wafat.
Tetapi alih-alih menyebutnya sebagai tradisi yang bid’ah dhalalah, bid’ah yang tersesat, taradhi semestinya diyakini sebagai perbuatan yang baik. Fi’l hasan.
Mereka yang melestarikan tradisi taradhi sudah barang tentu mendapat pahala kebaikan. Apalagi di dalam taradhi terucap doa-doa kebaikan bagi para sahabat Nabi saw. Tentu ini mendapatkan pahala kebaikan pula.
Referensi
Fatawa Ramadhan. Sayyid al-Allamah Abdullah bin Mahfuzh bin Muhammad al-Haddad al-‘Alawi.