Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan rencana perubahan sistem Ujian Nasional oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan bapak Nadiem Makarim. Rencana penghapusan UN ini pertama kali disampaikan olehnya saat mengadakan rapat bersama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Staf Khusus Mendikbud, dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Meski wacana ini sudah dikaji, Nadiem mengatakan, kebijakan yang akan dilakukan tidak akan sekadar menghapus UN. Namun, akan ada perbaikan sistem kelulusan bagi siswa. “Jadi bukan semuanya ini wacana menghapus saja, tapi juga wacana memperbaiki esensi dari UN itu sebenarnya apa. Apakah menilai prestasi murid atau menilai prestasi sistem,” kata Nadiem di Kantor Kemendikbud, Sabtu (30/11/2019).
Nadiem makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia. UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar. Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik.
Tujuan dari penghapusan UN sendiri Menurut Nadiem, pihaknya menerima aspirasi dari guru, murid dan orang tua yang ingin memperbaiki sistem UN, untuk menghindari hal negatif. Hal negatif yang dimaksud yaitu tingkat stres yang tinggi pada siswa saat persiapan. Selain itu, ada rasa khawatir yang dirasakan siswa saat menghadapi ujian yang mata pelajarannya bukan bidang mereka. Lebih lanjut, seorang pengamat pendidikan Darmaningtyas menyebutkan, keberadaan UN sudah tidak relevan lagi dengan sistem penerimaan murid baru yang menggunakan sistem zonasi.
Tinggi rendahnya nilai menjadi penilaian kedua setelah memastikan jarak rumah calon siswa baru ke sekolah. “Karena kalau memang penerimaan murid baru berdasarkan zonasi, ya ujian nasional sudah enggak perlu. Ya enggak perlu ada pengganti, kan penerimaan murid baru berdasarkan zonasi kok. Untuk apa UN,” kata dia.
Di sisi lain, ada juga pihak yang kontra dengan wacana ini, Setidaknya ada dua tokoh nasional yang kontra terhadap penghapusan UN, yakni Jusuf Kalla (JK) dan Buya Syafii Ma’arif. JK mengatakan bahwa jika UN dihapus, maka akan ditakutkan para siswa nanti akan lembek dalam belajar dan tidak memiliki ukuran kompetensi. UN mendorong anak belajar dan bekerja keras, karena kerja keras syarat kemajuan negara. Sedangkan Buya menyampaikan UN jangan serta merta dihapuskan karena di banyak negara model ini masih dipakai sebagai ukuran kompetensi belajar siswa. Buya khawatir Penghapusan UN akan menggangu semangat belajar siswa.
Bagaimana syari’at memandang wacana perubahan sistem ujian nasional sebagaimana dalam deskripsi?
Dibenarkan, sebab dalam membuat sistem UN yang baru harus mengambil kebijakan yang paling maslahah
Sebenarnya bagaimanakah sistem yang baik mengenai ujian  nasional menurut syara’?
Tidak ditemukan sistem yang baku mengenai ujian nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah. Namun demikian, Pemerintah harus mengatur sistem yang maslahah ammah yang sesuai dengan tujuan target ujian tersebut, ditinjau dari aspek intelektualitas.
Referensi:
- Qowa’idul Ahkam Fimasolihil Anam, juz 2, hal 122
- Fatawa As-subki, juz 1, hal 370
- AL-Â Asybah Wannadzoir, hal 233
- AL- fiqhul Islami, juz 7,   hal 153
- Hawasyi as-syarwani -, juz 1, hal 471
- Fatawa as-subki, juz 1, hal 370
- At-turuq Al-Hukmiyyah fi As-siyasah As-Syar’iyyah, hal 13-14
- Qowa’idul Ahkam Fimasolihil Anam, juz 1, hal 46 dan lain-lain
Baca Juga: Kumpulan Hasil Bahtsul Masail
HASIL KEPUTUSAN
BAHTSUL MASA’IL FMPP SE-JAWA MADURA XXXVI
Di Pondok Pesantren Lirboyo
Kota Kediri
12-13 Februari 2020 M./ 18-19 Jumadil Akhir 1441 H
Baca Juga: Keputusan Bahtsul Masail FMPP Se-Jawa Madura XXXVI
Ilustrasi: radarbogor