Menyoal Pemaknaan Ighma’ Dengan Ayan

0
850

Oleh: Ust Muhammad Hanif Rahman*

Kata ighma‘ di sebagian pesantren salaf yang masih mempertahankan tradisi makna pegon, dimaknai dengan “ayan”. Ayan sendiri menurut kamus besar bahasa indonesia adalah penyakit pitam (yang apabila kambuh, penderita kehilangan kesadaran disertai kejang pada seluruh tubuh, lalu jatuh dan mulutnya berbuih); sawan babi; epilepsi.

Dari pengertian ini dapat difahami bahwa sangkaan masyarakat terhadap penyakit ayan adalah penyakit yang menjijikkan, cukup beralasan. Orang awam cenderung menjauhi orang yang mengidap penyakit ayan.

Berangkat dari keterangan di atas, maka rasanya pemaknaan ighma’ dengan ayan tidaklah tepat. Kenapa tidak tepat? serta apa makna yang tepat? Berikut penjelasannya.

Pengertian Ighma


Pengertian ighma‘ dijelaskan dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah sebagai berikut.

الإِْغْمَاءُ: مَصْدَرُ (أُغْمِيَ عَلَى الرَّجُل) مَبْنِيٌّ لِلْمَفْعُول، وَالإِْغْمَاءُ مَرَضٌ يُزِيل الْقُوَى وَيَسْتُرُ الْعَقْل، وَقِيل: فُتُورٌ عَارِضٌ لاَ بِمُخَدِّرٍ يُزِيل عَمَل الْقُوَى

“kata ighma‘ adalah bentuk masdar dari (أُغْمِيَ عَلَى الرَّجُل) yang bermabni maf’ul. Ighma‘ sendiri berarti sakit yang menghilangkan kekuatan dan menutupi akal. Dikatakan ighma‘ adalah keadaan lesu yang bersifat sementara bukan karna obat bius yang menghilangkan tindakan/perbuatan yang kuat”. (Wizaratul Auqaf was Syu’unul Islamiyah Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, [Mesir, Darus Shafwah], juz V, halaman 267).

Senada dengan pengertian di atas, al-Jurjani dalam at-Ta’rifatnya menyampaikan pengertian ighma’ sebagai berikut.

الإغماء: هو فتور غير أصلي، لا بمخدر يزيل عمل القوى. قوله: غير أصلي، يخرج النوم، وقوله: لا بمخدر، يخرج الفتور بالمخدرات، وقوله: يزيل عمل القوى: يخرج العته.

“Ighma‘ adalah keadaan lesu tidak asli bukan sebab obat bius/candu yang menghilangkan tindakan kuat. Ungkapan “ghoiru ashliy” mengeluarkan keadaan tidur. Ungkapan “la bi mukhadir” mengeluarkan keadaan lemah sebab obat bius. Ungkapan “yuzilu ‘amalal qawi” mengeluarkan kebodohan atau kedunguan”. (Ali bin Muhammad bin Ali az-Zain as-Syarif Al-Jurjani, At-Ta’rifat, [Bairut: Dar-Kitab Ilmiyah]: 1983/1403], halaman 32).

Dalam kamus Munawir, lebih spesifik ighma’ diartikan pingsan.

Dengan demikian, jika kata ighma‘ dimaknai dengan ayan, maka ighma‘ mengalami penyempitan makna di mana maklum diketahui pingsan tidak hanya terjadi jika seseorang mengidap penyakit ayan atau epilepsi, semisal karna demam tinggi, setres, ketakutan, tersengat listrik dan lain sebagainya.

Pemaknaan ighma‘ dengan ayan atau epilepsi, yang di awal tulisan telah disinggung sebagai penyakit yang “menjijikkan” dalam anggapan masyarakat, tentu sangat tidak pantas dialami seorang Nabi. Kita tahu, Nabi Muhammad saw. sendiri pernah mengalami keadaan ighma’, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Sayyidah ‘Aisyah r.a.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أُغْمِيََ عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَاغْتَسَلَ لِيُصَلِّيَ، ثُمَّ أُغْمِيَ
عَلَيْهِ ثُمَّ أَفَاقَ فَاغْتَسَلَ – رواه البخارى

“Dari ‘Aisyah r.a.; Sesungguhnya Nabi Muhammad saw. pernah pingsan lalu sadar kemudian mandi untuk shalat. Kemudian beliau pingsan lagi kemudian sadar lalu mandi lagi.” (HR Bukhari).

Walhasil, ighma‘ dimaknai dengan ayan sangat tidak tepat selain karena mempersempit makna ighma‘ itu sendiri, juga karna Nabi saw. pernah mengalami keadan ighma‘ sehingga akan menimbulkan pemahaman bahwa nabi pernah ayan atau epilepsi. Pemahaman ini tentu bermasalah karna ayan atau epilepsi merupakan penyakit yang hina dan menjijikan yang tidak boleh ada pada diri Nabi saw.

Wallahu A’lam.

*Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.