Oleh: Ahmad Muntaha AM
Mbah Juki yang bernama lengkap KH. Marzuqi Dahlan (1906-1975) Lirboyo adalah sosok penuh kesahajaan sangat perlu diteladani keistiqamahannya.
Di antaranya adalah keistiqamahan yang dijalani pengasuh generasi kedua Pondok Pesantren Lirboyo ini yang selalu berziarah ke maqbarah atau makam orang tua, kakek dan para auliya’ dan orang-orang shaleh lainnya.
Rajin Ziarah Makam Orang Shaleh
Semasa hidupnya, terekam oleh para keluarga dan santri senior, tiap kamis sore setelah Asar beliau selalu ziarah ke makam di Kediri, seputar Lirboyo. Ke makam Banjarmelati dan sekitarnya, tempat dikebumikannya Kiai Sholeh Kakeknya sendiri dari jalur ibu (Nyai Artimah) sekaligus mertua KH. Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo.
Kemudian setelah Isya’, biasanya beliau ke makam Jampes dan sekitarnya, makam para leluhurnya sendiri dari jalur ayah.
Lalu diakhiri di Setonolandean makam Mbah Mursyad, yang diyakini kewaliannya oleh kalangan ulama.
Di makam Mbah Mursyad inilah beliau paling sering mendapat petunjuk, isyarat batin. Seperti tatkala berkeinginan untuk berangkat haji, ternyata di makam wali Kediri ini beliau mendapat petunjuk untuk menyelesaikan dulu pembangunan gothakan (kamar-kamar) santri baru, kemudian baru boleh berangkat haji.
Segera, setelah mendapat isyarat batiniah beliau pun membangun gedung al Ikhwan dua lantai. Lantai bawah untuk asrama santri dan lantai atas untuk Madrasah. Baru kemudian berangkat haji.
Di waktu-waktu berikutnya, pasca wafatnya beliau, tradisi berziarah, terutama di makam Mbah Mursyad Setonolandean diteruskan oleh putranya, Mbah Idris (KH. Ahmad Idris Marzuqi). Bahkan kemudian pengasuh generasi ketiga Pondok Pesantren Lirboyo ini mengajak para santri yang hampir tamat madrasah di setiap malam Jumat untuk beristighatsah dan berzikir di sana.
Ziarah Makam Wali, Tradisi Ahlussunnah Wal Jamaah
Begitulah tradisi Mbah Juki, istiqamah berziarah ke makam para wali, sebagaimana tradisi ulama Ahlussunnah wal Jamaah lainnya, dari dulu hingga sekarang.
Seperti pula Imam as Syafi’i yang sangat rajin menziarahi Imam Abu Hanifah sebagai guru dari gurunya, Muhammad al Hasan as Syaibani.
Pada konteks seperti ini pula, dalam kitab Tarikh Madinah as Salam, al Khatib al Baghdadi mengisahkan penuturan Imam as Syafi’i Ra:
اني لاتبرك بأبي حنيفة وأجيء إلى قبره كل يوم، يعني زائرا، فإذا عرضت لي حاجة صليت ركعتين وجئت إلى قبره وسألت الله تعالى الحاجة عنده، فما تبعد عني حتى تقضى.
“Sungguh aku bertabarruk dengan Abu Hanifah, setiap hari menziarahi kuburnya. Ketika aku punya hajat, maka aku shalat dua rakaat, datang ke kuburnya, dan memohon kepada Allah di sisi kuburnya, maka tak lama berselang hajatku terkabul.”
Bila demikian tradisi ziarah Imam Syafi’i dan Mbah Juki, bagaimana dengan kita? Apakah masih gemar berziarah seperti mereka?
Sederhana bukan?
_____
Sumber:
1. Penuturan KH. Ibrahim Hafid dalam akun Facebook: Mbah Bram di Post Facebook
2. Al Khatib al Baghdadi, Tarikh Madinah as Salam, II/445