Bulan suci Ramadhan sebentar lagi kita masuki. Sebagai seorang Muslim, sudah sepatutnya jika kita menyambut bulan suci kita ini dengan penuh kegembiraan karena kita masih diberi kesempatan memperoleh keagungan bulan Ramadhan. Sebagai perwujudan dari rasa kegembiraan kita itulah, jangan sampai kita membiarkan bulan ini berlalu begitu saja tanpa aktivitas kita yang dapat menambah amalan dan meningkatkan kualitas ketakwaan kita di hadapan Allah Swt.
Ramadhan tahun ini kita masuki dalam suasana yang penuh dengan keprihatinan dan kewaspadaan. Prihatin karena begitu banyak dosa yang kita dan masyarakat lakukan sehingga Allah menunjukkan kemurkaan-Nya dengan terjadinya beberapa bencana alam di negara kita. Lalu, diperparah dengan beberapa aksi teror yang melanda negara kita sehingga membuat kita mengawali Ramadhan ini dengan penuh kewaspadaan dan ketakutan. Ini semua disebabkan karena kesalahan kita juga. Allah Swt berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Ruum: 41)
Oleh karena itu, Ramadhan ini harus kita jadikan momentum untuk menyelamatkan diri kita, keluarga dan masyarakat kita dari kerusakan-kerusakan itu dengan melakukan taqarrub ilallah atau mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan taubat, munajat, serta menjalankan rangkaian ibadah Ramadhan lainnya. Dalam kitab Nashaihul Ibad, Imam Nawawi mengutip perkataan Khalifah Ustman bin Affan mengenai 4 hal yang menjadikan kenikmatan dalam beribadah.
وَجَدْتُ حَلاَوَةَ العِبَادَةِ فِى أَرْبَعَةِ أَشْيَاءَ : أَوَّلِهَا فِى أَدَاءِ فَرَائِضِ اللهِ وَالثَّانِيْ فِى اجْتِنَابِ مَحَارمِ اللهِ وَالثَّالِثِ فِي الأَمْرِ بِالمَعْرُوْفِ وَابْتِغَاءِ ثَوَابِ اللهِ وَالرَّابِعِ فِى النَّهْيِ عَنِ المُنْكَرِ وَلإِتِّقَانِ مِنْ غَضَبِ اللهِ
“Aku menemukan kenikmatan beribadah dalam empat hal, yaitu ketika mampu menunaikan kewajiban-kewajiban dari Allah, ketika mampu menjauhi segala sesuatu yang diharamkan Allah, ketika mampu melakukan ma’ruf dan mencari pahala dari Allah, serta ketika mampu melakukan nahi munkar dan menjaga diri dari murka Allah.”
Dari ungkapan Khalifah Utsman bin Affan diatas, maka ada 4 hal yang harus kita lakukan apabila kita ingin merasakan nikmatnya beribadah kepada Allah Swt, diantaranya:
Menunaikan kewajiban
Siapapun kita, apapun profesi kita, bagaimanapun pekerjaan kita, kewajiban kita harus kita tunaikan. Shalat lima waktu, puasa, zakat dan haji apabila kita laksanakan akan membuat kita dapat merasakan nikmatnya mengabdi kepada Allah Swt. Menunaikan kewajiban merupakan konsekuensi dari pengakuan kita untuk mengikuti syariat Islam. Mengikuti jalan hidup yang telah digariskan oleh Allah membuat kita bisa merasakan kenikmatan dalam ibadah kepada Allah karena inilah yang akan mengantar kita pada derajat takwa yang sesungguhnya.
Menjauhi segala yang haram
Sebagai muslim yang ingin merasakan kenikmatan ibadah, kita tentu harus rela dengan ketentuan hukum dari Allah Swt. Nabi Yusuf menolak ajakan wanita yang cantik untuk berzina kepadanya, meskipun Nabi Yusuf memiliki perasaan tertarik pada wanita itu, tetapi Nabi Yusuf merasa bahagia karena dapat meninggalkan perkara yang diharamkan.
Begitu juga ketika bulan Ramadhan, godaan semakin besar, misalnya kita banyak melihat warung-warung makanan masih banyak yang buka, godaan dari teman untuk membatalkan puasa, melakukan hal-hal yang dilarang. Jika kita lolos dari godaan-godaan itu, maka sesungguhnya kita akan bisa merasakan nikmatnya beribadah bahkan mejadi kunci keberuntungan bagi kita. Allah berfirman,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hanya ucapan orang-orang mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata ‘Kami mendengar, dan kami taat.’ Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (an-Nuur : 51)
Amar Ma’ruf dan mencari pahala
Ma’ruf secara harfiah artinya dikenal. Diterjemahkan dengan arti ‘kebaikan’ karena sebenarnya setiap orang sudah mengenal atau mengetahui tentang kebaikan itu sendiri.
Ketika kenikmatan ibadah sudah bisa kita rasakan, alangkah bahagianya jika kenikmatan itu juga dirasakan oleh saudara kita. Oleh karena itu, kita diharuskan untuk selalu melaksanakan amar ma’ruf, yaitu mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan yang serupa. Jika kita sudah melakukan amar ma’ruf, kemudian orang lain melakukan kebaikan itu, maka kita pun akan memperoleh pahala yang sama dengan pahalanya, tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun. Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
Nahi Munkar dan menjaga diri dari murka Allah
Dalam beribadah kepada Allah, tentu terkadang kita terganggu oleh sikap dan perilaku munkar yang dilakukan orang lain. Oleh karena itu, munkar harus dicegah agar kita dapat terhindar dari murka atau laknat Allah. Membiarkan kemunkaran, apalagi jika terjadi pada diri kita, akan semakin mudah mendatangkan laknat dari Allah.
Empat hal yang dikemukakan oleh Khalifah Utsman bin Affan diatas merupakan sesuatu yang bisa dilakukan oleh setiap muslim untuk meraih keinkmatan dalam beribadah kepada Allah Swt. Karena sejatinya, setiap muslim mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi baik atau buruk.
Dari uraian diatas, semoga kita dapat mempersiapkan Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya, sehingga kita dapat membersihkan jiwa, melatih jasmani kita, akal kita serta selalu siap melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Persiapan ini penting untuk kita lakukan agar puasa kita tidak hanya menghasilkan lapar dan dahaga saja, tetapi juga peningkatan ketakwaan kita kepada Allah Swt dalam arti yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.