Hukum jual beli sepeda motor bodong harus dijelaskan oleh fikih. Karena sepeda motor bodong menjadi primadona, terutama di daerah pedesaan. Harganya yang bisa sampai setengah dari harga normal membuat banyak orang terpikat. Harga murah ini, terutama karena memang sepeda motor bodong dijual tanpa ada surat-suratnya. Entah STNK maupun BPKB. Penyebabnya tentu beragam. Bisa karena hilang. Bisa juga karena berupa motor kredit yang belum lunas. Atau bahkan motor curian.
Mereka yang membeli sepeda motor bodong ini tidak merasa begitu penting memiliki surat-surat tersebut. Toh, hanya dipakai untuk ke sawah, tambak, atau hanya digunakan di sekitar desa saja.
Akan tetapi, resiko besar tetap menghantui. Karena bisa saja sewaktu-waktu motor tersebut dipermasalahkan oleh pihak tertentu. Seperti pemilik asli, pemilik dealer motor, dan sebagainya.
Permasalahan kasus jual beli beresiko seperti ini tentu disikapi oleh fikih.
Hukum Motor Bodong
Ada beberapa perincian hukum yang harus diteliti. Ini karena status asal kepemilikan motor bodong bisa bermacam-macam.
Pertama, jika status asal motor tersebut adalah barang gadaian, maka penjualan tidak sah kecuali seizin penerima jaminan.
Kedua, jika status asal motor tersebut adalah barang sewaan, penjualan juga tidak sah. Karena barang sewaan tidak boleh diperjualbelikan.
Ketiga, jika status asal motor tersebut masih menjadi milik orang lain—bisa jadi motor curian atau ghosob—jelas penjualannya tidak sah.
Keempat, jika status asal motor memang hak milik si penjual, maka penjualannya dihukumi sah.
Sebagai catatan, ketika kita membeli sepeda motor dari orang lain, harap diteliti benar-benar asal kepemilikannya. Dan ketika membeli di dealer resmi, pastikan akad yang dilakukan adalah akad jual beli. Karena jika tidak, akad yang tertera pada berkas surat kredit yang ditandatangani oleh pembeli adalah akad sewa. Sehingga, jika kita menjual motor tersebut ketika masih berstatus kredit sewa tersebut, maka hukumnya tidak sah.
Baca Juga: Hukum Jual Beli Mystery Box Menurut Fikih
Referensi
¨ فتح المعين صــ67
(و)شرط في (معقود) عليه مثمنا كان او ثمنا(ملك له) اي للعاقد (عليه) فلا يصح بيع فضولي ويصح بيع مال غيره ظاهرا ان بان بعد البيع كان باع مال مورثه ظانا حياته فبان ميتا حينئذ لتبين انه ملكه ولااثر لظن خطإ بان صحته لان الاعتبار في العقود بما في نفس الامر لا بما في نفس المكلف
¨ مغني المحتاج ج2 ص 20
( ولا ) يصح بيع ( المرهون ) بعد قبضه ( بغير إذن مرتهنه ) للعجز عن تسليمه شرعا أما قبل قبضه أو بعده بإذن مرتهنه فيصح لانتفاء المانع ويلتحق بالمرهون كل عين استحق حبسها كما لو قصر الثوب أو صبغه وقلنا القصارة عين فإن له الحبس إلى قبض الأجرة ولو استأجر قصارا على قصر ثوب ليس له بيعه ما لم يقصره كما جزما به في باب بيع المبيع قبل قبضه وبيع المرهون من المرتهن قبل فكه صحيح كما نقل الإمام الاتفاق عليه
¨ فتح المعين ص 150
( وليس له ) أي للمالك بعد لزوم الرهن بيع ووقف و ( رهن لآخر ) لئلا يزاحم المرتهن ( ووطء ) للمرهونة بلا إذنه وإن لم تحبل حسما للباب بخلاف سائر التمتعات فتحل إن أمن الوطء ( وتزويج ) الأمة مرهونة لنقصه القيمة ( لا ) إن كان التزويج ( منه ) أي المرتهن أو بإذنه فلا يمتنع على الراهن وكذا لا تجوز الإجارة لغير المرتهن بلا إذن إن جاوزت مدتها المحل
Baca selengkapnya di Hasil Bahtsul Masail Forum Bahtsul Masail Santri Magelang (FORBASMA). File bisa didownload di sini.