Hukum Bank Otak

0
2197

Brain Banking adalah sebuah sarana /fasilitas untuk kegiatan penyimpanan, pengidentifikasian penyakit dan penyediaan jaringan otak manusia untuk kepentingan riset neurosains guna menyelidiki penyakit manusia yang belum ditemukan obatnya sepertiĀ  Alzheimer, Autism, Parkinson, Multipel Sklerosis, Depresi danĀ  Adiksi (ketergantungan) narkotika-psikotropik dan zat. Di Belanda, Nederland Brain Bank (NBB) didirikan sejak tahun 1985 oleh Profesor Dick Swaab yang tujuan utamanya adalah meningkatkan ilmu pengetahuan tentang otak manusia dalam rangka mencari obat untuk penyakit neurologi dan psikiatri. Di Australia, Victorian brain bank merupakan pusat jaringan nasional bank otak berdiri sejak tahun 1990 dengan dukungan dana pemerintah. Di Amerika, brain bank sangat maju berkembang di beberapa tempat; namun di negara-negara Asia (Jepang, Korea) brain bank kurang berkembang. Hal ini mungkin terkait nilai budaya sosial setempat, kesulitan finansial dan atmosfer penelitian yang tidak sama dengan negara barat.

Kini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sedang mengembangkan penelitian di bidang neurosains terkait kualitas fungsi otak manusia yang menurun sebelum waktunya secara progresif (demensia) yang disebabkan penyakit Alzheimer. Dampak dari demensia adalah menurunnya kualitas hidup pasien dan keluarganya, serta biaya perawatan yang besar disamping Ā hilangnya kemandirian dan martabat orang dengan demensia. Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk penyakit Alzheimer dan belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya penyakit Alzheimer diperlukan riset yang memerlukan jaringan otak manusia yang tidak mungkin diambil sewaktu masih hidup (biopsi) sehingga psikopatologi penyakit dipelajari dari jaringan otak orang yang sudah meninggal. Untuk itu diperlukan donor (penderma) jaringan otak baik yang sehat maupun yang ada penyakitnya. Ini dilakukan dengan tujuan: 1) Menyimpan, mengidentifikasi dan menyediakan jaringan otak manusia dan sumsum tl. belakang untuk kepentingan riset; 2) Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan obatĀ  penyakit otakĀ  neurologi dan psikiatri (Alzheimer, Autism, Depresi, Multipel Sklerosis, Parkinson, adiksi dll); 3) Menyediakan sarana riset bagi peneliti Indonesia dan Asia; dan 4) Menyediakan sarana untuk kepastian diagnosis bagi penderita penyakit otak.

Penelitian imunisasi untuk mengobati dan mencegah Alzheimer pada ā€˜tikusā€™ yang direkayasa menjadi demensia alzheimerā€™ sudahĀ  dilakukan sejak tahun 2000 namunĀ  ternyata Ā ketika diteliti pada manusia mengalami kegagalan karena adanya perbedaan antara tikus dan manusia. Jumlah orang demensia di dunia menurut Alzheimer Disease International (ADI) saat ini Ā 46,8 juta orang yang akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 74,7 juta. Menurut WHO setiap tiga detik ada satu kasus baru demensia. Di Indonesia, saat ini ada sekitar 1,2 juta Ā orang dengan demensia yang akan meningkat menjadi 2 juta di tahun 2030. Kementrian Kesehatan Indonesia telah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Alzheimer dan demensia lainnya, menuju lanjut usia sehat dan produktif pada tahun 2015; yang salah satu langkah aksinya adalah riset / penelitian demensia di Indonesia.

Pertanyaan

Apakah hukumnya seorang menyumbangkan (mendonorkan) jaringan otaknya setelah meninggal dunia guna kepentingan riset pengembangan ilmu pengetahuan kedokteran, seperti mencari obat untuk penyakit yang belum ada obatnya?

Jawaban

Pada dasarnya hukum mendonorkan otak manusia adalah haram, karena menurut syaraā€™ organ tubuh manusia adalah hak Allah, bukan hak manusia. Ā Namun, bila dilakuan dalam rangka riset ilmu kedokteran, seperti untuk menemukan obat bagi penyakit-penyakit yang belum ada obatnya, maka hukumnya boleh dengan syarat sangat diperlukan dan belum ditemukan organ selain manusia.

Dasar Pengambilan Hukum

  1. Keputusan MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-28 di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta pada tanggal 26 – 29 Rabiul Akhir 1410 H/25 – 28 Nopember 1989 M tentang Wasiat Mengenai Organ Tubuh Mayit.
  2. Hadits Nabi Saw.
  • Riwayat Aisyah Ra.

ŁƒŁŽŲ³Ł’Ų±Ł Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ ŁƒŁŽŁƒŁŽŲ³Ł’Ų±ŁŁ‡Ł Ų­ŁŽŁŠŁ‘Ł‹Ų§ (Ų±ŁŽŁˆŁŽŲ§Ł‡Ł Ų£ŁŽŲ­Ł’Ł…ŁŽŲÆŁ ŁŁŁŠ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ³Ł’Ł†ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲØŁŁˆ ŲÆŁŽŲ§ŁˆŁŲÆŁŽ ŁˆŁŽŲ§ŲØŁ’Ł†Ł Ł…ŁŽŲ§Ų¬Ł‘ŁŽŲ©ŁŽ)

  • Riwayat Ummu Salamah Ra.

ŁƒŁŽŲ³Ł’Ų±Ł Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ ŁƒŁŽŁƒŁŽŲ³Ł’Ų±Ł Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁŠŁ‘Ł ŁŁŁŠ Ų§Ł’Ł„Ų„ŁŲ«Ł’Ł…Ł (Ų±ŁŽŁˆŁŽŲ§Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ§ŲØŁ’Ł†Ł Ł…ŁŽŲ§Ų¬Ł‘ŁŽŲ©ŁŽ) Ų­ŁŽŲÆŁŁŠŲ«ŁŒ Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŒ

  1. Hasyiyah al-Rasyidi ā€˜ala Fath al-Jawad[1]

Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ„ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł ŁˆŁŽŁŠŁŽŲØŁ’Ł‚ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁˆŁ’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŁˆŲ¬ŁŽŲÆŁ’ ŲµŁŽŲ§Ł„ŁŲ­ŁŒ ŲŗŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŁ‡Ł ŁŁŽŁŠŁŽŲ­Ł’ŲŖŁŽŁ…ŁŁ„Ł Ų¬ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų²Ł Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŲØŁ’Ų±Ł ŲØŁŲ¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ų¢ŲÆŁŽŁ…ŁŁŠŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ ŁƒŁŽŁ…ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲ¬ŁŁˆŲ²Ł Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲ¶Ł’Ų·ŁŽŲ±Ł‘Ł Ų£ŁŽŁƒŁ’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŲ®Ł’Ų“ŁŽ Ų„Ł„Ł‘ŁŽŲ§ Ł…ŁŲØŁŁŠŲ­ŁŽ Ų§Ł„ŲŖŁ‘ŁŽŁŠŁŽŁ…Ł‘ŁŁ…Ł ŁŁŽŁ‚ŁŽŲ·Ł’ ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲÆŁ’ ŁŠŁŁŁŽŲ±Ł‘ŁŽŁ‚Ł ŲØŁŲØŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ų”Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ł‡ŁŁ†ŁŽŲ§ ŁŁŽŲ§Ł„ŁŲ§Ł…Ł’ŲŖŁŁ‡ŁŽŲ§Ł†Ł ŲÆŁŽŲ§Ų¦ŁŁ…ŁŒ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ²ŁŽŁ…ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲÆŁŽŲ§ŲØŁŲŗŁŁŠŁ‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų®ŁŽŲ·ŁŁŠŲØŁ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų²Ł ŁˆŁŽŁ†ŁŽŲµŁ‘ŁŁ‡Ł ŁŁŽŲ„ŁŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŲµŁ’Ł„ŁŲ­Ł’ Ų„ŁŁ„Ł‘ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲÆŁŽŁ…ŁŁŠŁ‘Ł Ł‚ŁŲÆŁŁ…ŁŽ Ų¹ŁŽŲøŁ’Ł…Ł Ł†ŁŽŲ­Ł’ŁˆŁ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ±Ł’ŲØŁŁŠŁ‘Ł ŁƒŁŽŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŲ±Ł’ŲŖŁŽŲÆŁ Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ų°Ł‘ŁŁ…Ł‘ŁŁŠŁ‘Ł Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…Ł

  1. Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin[2]

)ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ‡Ł) Ų£ŁŽŁŠŁ’ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲ¶Ł’Ų·ŁŽŲ±Ł‘Ł (Ų£ŁŽŁƒŁ’Ł„Ł Ų¢ŲÆŁŽŁ…ŁŁŠŁ‘Ł Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ) Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų­ŁŲ±Ł’Ł…ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁŠŁ‘Ł Ų£ŁŽŲ¹Ł’ŲøŁŽŁ…Ł

  1. 5. Mughni al-Muhtaj ila Maā€™rifah Alfazh al-Minhaj[3]

)ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ‡Ł) Ų£ŁŽŁŠŁ’ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ¶Ł’Ų·ŁŽŲ±Ł‘Ł (Ų£ŁŽŁƒŁ’Ł„Ł Ų¢ŲÆŁŽŁ…ŁŁŠŁ‘Ł Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ) Ų„Ų°ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŲ¬ŁŲÆŁ’ Ł…ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁŽŲ©Ł‹ ŲŗŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŽŁ‡Ł ŁƒŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ł‚ŁŽŁŠŁ‘ŁŽŲÆŁŽŲ§Ł‡Ł ŁŁŁŠ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ±Ł’Ų­Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŁˆŁ’Ų¶ŁŽŲ©Ł Ł„ŁŲ£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų­ŁŲ±Ł’Ł…ŁŽŲ©ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁŠŁ‘Ł Ų£ŁŽŲ¹Ł’ŲøŁŽŁ…Ł Ł…ŁŁ†Ł’ Ų­ŁŲ±Ł’Ł…ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁ‘ŁŲŖŁ

  1. Hasyiyatul Bujairimi [4]:

ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų£ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŽŁ‡Ł ŁƒŁŽŁ…ŁŽŲ§ Ł‡ŁŁˆŁŽ ŲøŁŽŲ§Ł‡ŁŲ±Ł ŁƒŁŽŁ„Ų§ŁŽŁ…ŁŁ‡ŁŁ…Ł’ Ų¹ŁŽŲÆŁŽŁ…Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲøŁ’Ų±Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų£ŁŽŁŁ’Ų¶ŁŽŁ„ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁŠŁŁ‘ŲŖŁ Ł…ŁŽŲ¹ŁŽ Ų§ŲŖŁŁ‘Ų­ŁŽŲ§ŲÆŁŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų§ŁŲ³Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ¹ŁŲµŁ’Ł…ŁŽŲ©Ł‹.


[1] Ā Ā Husain al-Rasyidi, Hasyiyah al-Rasyidi ā€˜ala Fath al-Jawad, (Indonesia: Dar Ihyaā€™ al-Kutub al-ā€˜Arabiyah, t. th.), h. 26-27.

[2]Ā  Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin Syarh Minhaj al-Thalibin pada Hasyiyata Qulyubi wa ā€˜Umairah, (Indonesia: Dar Ihyaā€™ al-Kutub al-ā€˜Arabiyah, t. th.), Juz IV, h. 262.

[3] Muhammad al-Khatib al-Syirbini, Mughni al-Muhtaj ila Maā€™rifah Alfazh al-Minhaj, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1957), Juz IV, h. 307.

[4] Sulaiman al-Bujairimi, Hasyiah al-Bujairimi ā€˜Ala Syarhul Manhajith Thulab, (al-Maktabah al-Islamiah, t. th.), Juz I, h. 239.

Judul Asli :Ā Hukum Bank Otak;Ā KeputusanĀ Bahtsul Masa`il Rapat Pleno PBNU di PP Khas Kempek Cirebon Jawa Barat 24-25 Juli 2016. Perumus: KH. Ishomuddin,Ā KH. Taufiqurrahman Yasin,Ā KH. Abdul Ghofur Maimoen,Ā KH. Sholahuddin Al Aiyubi,Ā KH. Najib Hasan,Ā KH. Darul Azka,Ā KH. Sarmidi Husna,Ā KH. Najib Bukchori,Ā H. Mahbub Maafi,Ā Ahmad Muntaha AM

Ilustrasi : venturebeat.com