Istilah sabilillah dalam zakat dipersoalkan apakah juga mencakup segala sektor sosial (jami’ul wujuhil khair) atau tidak? Mayoritas ulama menyatakan tidak, karena memahami sabilillah hanya mencakup sukarelawan perang. Namun, sebagian ulama lain seperti yang dikutip oleh Imam Abu Bakar Muhammad bin Ali Al-Qaffal Al-Kabir As-Syasyi (291-365 H/904-976 M) mengatakan sabilillah mencakup seluruh sektor sosial.
Di antara ulama yang mendukung pendapat terakhir ini kalangan ulama Syafi’iyah ada Al-Hasan bin Muhammad An-Naisaburi (wafat 406 H/1016 M)[1] . Dan Imam Abu Abdillah Muhammad bin Umar Al-Fakhr ar-Razi (544-606 H/1150-1210 M) dalam kitab Mafatihul Ghaib.[2]
Pengertian sabilillah dalam zakat juga diakomodir dalam Keputusan Munas Alim Ulama NU di Yogyakarta pada 30 Agustus 1981. Munas tersebut membolehkan pemberian zakat pada masjid, madrasah, panti-panti asuhan, yayasan sosial/keagamaan, dan semisalnya.[3]
Baca Juga: Ini Dua Cara Zakat Fitrah dengan Uang
Dari ragam pendapat tentang cakupan makna sabilillah tersebut MWCNU Kecamatan Salaman memilih pendapat yang menyatakan sabilillah mencakup seluruh sektor sosial. Pendapat ini dapat dijadikan landasan untuk memberikan zakat fitrah kepada para guru ngaji; imam, muazin dan petugas kebersihan masjid/musala; serta orang-orang yang memperjuangkan agama Islam secara sukarela.
Penjelasan zakat fitrah ini adalah hasil dari forum Bahtsul Masail Syuriyah yang diselenggarakan oleh MWC NU Salaman, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Forum ini diselenggarakan di Ponpes Az-Zarqony Kalongan Sidomulyo Salaman Magelang, 13 Ramadan 1444 H./03 April 2023 M. File Hasil Keputusan Bahtsul Masail MWC NU Salaman selengkapnya bisa didownload di sini.
Referensi
[1] Al-Hasan bin Muhammad an-Naisaburi, Tafsir an-Naisaburi, juz IV, halaman 169:
وظاهر لفظ الآية لا يوجب القصر على الغزاة فلهذا نقل القفال عن بعض الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقة إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المساجد لأن كلها في سبيل الله.
[2] Muhammad bin Umar Al-Fahr Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, (Beirut: Dar Ihya-it Turats Al-‘Arabi), juz XVI, halaman 90:
واعلم أن ظاهر اللفظ في قوله وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ لا يوجب القصر على كل الغزاة فلهذا المعنى نقل القفال في ( تفسيره ) عن بعض الفقهاء أنهم أجازوا صرف الصدقات إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الحصون وعمارة المساجد لأن قوله وَفِى سَبِيلِ اللَّهِ عام في الكل
[3] Tim LTN PBNU, Ahkamul Fuqaha, (Surabaya, Khalista: 2015), halaman 378-380:
336. Memberikan Zakat kepada Mesjid, Pondok, Madrasah
S. Bagaimana hukumnya apa yang berlaku di masyarakat umum dengan memberikan zakatnya kepada masjid, madrasah, panti-panti asuhan, yayasan sosial/keagamaan dan lain-lain pembagian tertentu?
J. Memberikan zakat kepada mesjid, madrasah, pondok pesantren dan sesamanya hukumnya ada dua pendapat:
1. Tidak boleh, berdasarkan keputusan Muktamar NU ke-1, masalah nomor 5.
2. Boleh berdasarkan kitab Tafsir al-Munir I/344. Demikian pula para ahli fiqh menyatakan boleh menyalurkan zakat kepada segala macam sektor sosial yang positif, seperti membangun mesjid, madrasah, mengurus orang mati dan lain sebagainya. Pendapat ini dikuatkan juga oleh fatwa Syaikh Ali al-Maliki dalam kitab Qurrah al-‘Ain, 73, yang menyatakan: “Praktek-praktek zaman sekarang banyak yang berbeda dengan pendapat mayoritas ulama, sebagaimana Imam Ahmad dan Ishaq yang memperbolehkan penyaluran zakat pada sektor di jalan Allah, seperti pembangunan mesjid, madrasah dan lain-lainnya.