Cinta Nabi dan Berkah Maulid Habib Abdullah al-Haddad

0
1927

“Sungguh, kelahiran Rasulullah saw. adalah nikmat yang paling besar bagi kita. Dan kewafatannya adalah musibah yang juga paling besar atas kita,” kata Jalaluddin as-Suyuthi dalam Al-Hawi lil-Fatawi (vol. 1, hlm. 226).

As-Suyuthi mengatakan, syariat Islam sangat mendorong untuk menampakkan syukur dan kebahagiaan atas nikmat yang diberikan Allah Swt. Contohnya disyariatkannya menyembelih hewan akikah untuk menampakkan kebahagiaan dan mensyukuri seorang anak yang dilahirkan.

Dengan tujuan yang sama Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menuturkan, kita tidak pernah meyakini bahwa memperingati maulid adalah satu-satunya bukti atas cinta kita kepada Nabi Muhammad saw. Seperti halnya kita juga tidak mengatakan orang yang tak memperingatinya berarti tak mencintai Nabi.

Yang kita yakini, peringatan maulid adalah salah satu cara untuk menampakkan cinta kepada Nabi. Hanya salah satu bukti atas adanya ikatan antara Nabi dan pengikutnya. Artinya, tidak bisa disimpulkan bahwa yang tidak memperingati bukan pencintanya. (Haulal-Ihtifal bi Dzikral-Maulid, hlm. 63).

Baca juga: Sejarah dan Hukum Memperingati Maulid Nabi

Menampakkan kebahagiaan dan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw., lebih-lebih di bulan kelahirannya, tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syariat. Meski sebenarnya, hal ini tidak harus dilakukan pada bulan Rabiulawal dan bisa kita lakukan kapan saja.

Wali agung yang juga disebut-sebut sebagai pembaharu tarekat Alawiyyah, Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, memiliki kebiasaan mengadakan acara maulid justru pada hari Jumat ketiga di bulan Rajab. Setiap tahunnya beliau menyediakan banyak sekali hidangan untuk para tamu yang hadir.

Ada satu kejadian unik yang terjadi di tengah-tengah perayaan maulid yang beliau adakan. Di antara banyak orang yang hadir waktu itu, ada seseorang yang meremehkan hidangan sederhana berupa roti dan kacang-kacangan yang disuguhkan Habib Abdullah. Selepas acara orang itu merasakan sakit perut yang tak terkira. Akhirnya ia mengadukan hal ini kepada Habib Abdullah.

Habib Abdullah meminta diambilkan sisa roti dan kacang-kacangan yang dihidangkan saat acara. Namun, semuanya sudah habis tak tersisa. “Ya, sudah, basuh wadah-wadahnya dan minumkan air basuhannya pasa orang ini,” kata beliau.

Hasilnya setelah meminum air tersebut, Allah Swt. memberikan kesembuhan untuk orang tersebut. (Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, Tadzkirun-Nas, hlm. 180).