Bukan Membela Tenaga Kesehatan, tapi cuma agar Kita tidak Bodoh Berlebihan

0
710

Sabtu, 12 Juni, saya pertama kali ke RSI Jemursari Surabaya. Swab Antigen positif. Saya diminta isolasi di RSI, tapi saya meminta agar melakukan isolasi mandiri. Dokter pun mengizinkan. Sebelum pulang, saya difoto rontgen. Saat itu saya belum tahu hasilnya.

Senin, dua hari berikutnya, saya balik ke RSI Jemursari karena tidak kuat menahan nyeri di kepala. Setelah diswab PCR, hasilnya positif. Saya difoto rontgen untuk kedua kalinya.

Setelah seminggu, ada perawat menemui saya dan bertanya, “Bapak selama dua hari ke mana saja, dari Sabtu ke Senin?” Saya jawab isoman di rumah.

Perawat ini memberi tahu hasil rontgen dua kali selama dua hari, ternyata penuh bintik hitam.

Saya merasa berat untuk bernafas sehingga memerlukan ventilator. Perubahannya sangat cepat dan drastis. Fungsi paru menurun dan mengarah pada gagal nafas.

Nafas saya putus-putus dan tidak mampu membaca satu ayat pendek pun di juz Amma kecuali dengan dua kali ambil nafas. 

Virus Corona ini sangat mengganggu aktivitas paru-paru. Beruntunglah dokter dan perawat selalu memantau saturasi oksigen. Alhamdulillah, selalu stabil di antara 96-98, baik dengan tingkat terendah dari ventilator hingga ke tingkat paling atas. Lagi-lagi saya tidak putus mengucapkan Alhamdulillah, Allah telah memberi keselamatan untuk melewati proses berat itu.

Inilah yang disebut indikasi badai sitokin. Bagi orang yang tidak tahu akan dianggap “Ini Dikoronakan!!! Sebab masuk Rumah Sakit cuma karena penyakit bawaan, tiba-tiba jadi Corona.” Virus Corona ini hanya dalam hitungan jam sudah menyebar.

Para dokter menentukan penyakit berdasarkan bukti medis. Hampir tiap hari diambil darah untuk lab, tensi darah dipantau tiga kali sehari dan tiga kali foto rontgen. Sementara kita yang awam menuduh macam-macam tanpa bukti dan hanya dugaan saja.

Dalam hal ini kita dihadapkan dengan dua ayat Al-Qur’an:

وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلَّا ظَنًّا ۚ إِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yūnus: 36)

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. al-Isra’: 36)

Saya tidak sedang membela para dokter dan tenaga kesehatan, sebab mereka sudah berada di posisi yang benar. Saya sedang mengajak kita semua agar tidak ‘goblok’ berlebihan.

Disadur dari status akun facebook milik KH. Ma’ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur.