Bisa-Bisanya Menolak Vaksin karena Puasa

0
113

Vaksinasi Covid-19 di wilayah Jakarta tidak jadi dilaksanakan hari Kamis kemarin, karena banyak yang menjalankan ibadah puasa. Tidak disebutkan apa alasannya. Apa karena setelah vaksinasi wajib makan bubur kacang hijau kali ya?

Tapi kalau memang alasannya karena proses suntik sendiri itu membatalkan puasa, ada beberapa kemungkinan jika kita membahasnya melalui sudut pandang fikih. 

Salah satu hal yang membatalkan puasa adalah ketika ada benda yang masuk ke “jauf“. Jauf sendiri adalah

ما يحيل الغذاء والدواء أو الدواء فقط

Organ tubuh yang bisa memproses makanan dan obat-obatan, atau hanya memproses obat saja.

Nah, lalu bagaimana dengan suntik?

Syaikh Hasan bin Ahmad bin Muhammad bin Salim al-Kaff dalam kitabnya At-Taqrirat As-Sadidah, menyimpulkan ada tiga pendapat mengenai hukum suntik bagi orang yang berpuasa. 

Pertama, membatalkan puasa, karena obat yang disuntikkan dianggap sampai ke jauf.

Kedua, tidak membatalkan. Alasannya, karena meskipun obat yang disuntikkan sampai ke jauf, tetapi ia masuk melalui lubang buatan, bukan lubang asli (seperti mulut, lubang hidung, lubang telinga, dst.)

Pendapat ketiga keterangannya lebih panjang. Jika cairan yang disuntikkan bisa memberi efek kenyang, maka membatalkan. Namun jika tidak, maka diperinci lagi. Jika disuntikkan melalui otot yang mengedarkan darah/otot yang berongga, maka membatalkan.

 Tetapi jika disuntikkan melalui otot yang tidak mengedarkan darah/otot yang tidak berongga, maka tidak membatalkan. (Zen bin Smith, al-Taqrirat as-Sadidah fi al-Masail al-Mufidah, [Dar al-‘Ulum al-Islamiyah, 2003], hlm. 452)

Baca juga: Hukum Suntik dan Infus Ketika Puasa

Syaikh Muhammad bin Ahmad as-Syathiri dalam kitabnya, Syarh al-Yaqut an-Nafis, menyebutkan perincian yang kurang lebih sama dengan keterangan di atas.

Sebagian ulama berpendapat menyuntikkan cairan ke dalam tubuh dapat membatalkan puasa karena cairan tersebut sampai ke jauf.

Pernyataan ini disanggah oleh ulama yang lain. Meskipun sampai ke jauf, tapi toh melalui lubang buatan, bukan lubang asli. Konsekuensinya, ya tidak bisa dianggap membatalkan puasa.

Namun sanggahan ini kurang meyakinkan. Buktinya, ketika seseorang ditusuk perutnya hingga masuk ke dalam, hal tersebut membatalkan puasa, karena ada benda yang masuk ke jauf. Ini menunjukkan bahwa tidak ada bedanya antara benda masuk ke jauf melalui lubang asli maupun lubang buatan.

Maka kemudian disimpulkan bahwa suntikan yang memberi efek kenyang, dapat membatalkan puasa. Ini sudah berdasarkan konsensus ulama (ijma‘). Jika tidak ada efek kenyang setelahnya, maka lahir pendapat-pendapat yang berbeda sebagaimana disebut di atas. (Muhammad bin Ahmad as-Syathiri, Syarh al-Yaquth an-Nafis, [Dar al-Hawi, 1997], vol. 1 hlm. 466-467)

Akan tetapi, bagi kita, langkah yang terbaik memang berhati-hati. Ambil pendapat yang paling minim resikonya.

Jangan lengah ya, keterangan di atas cuma bahas hukum fikih. Belum dikaitkan konteks macem-macem.

Baca juga: Puasa di Bulan Sya’ban, Dianjurkan atau Dilarang?

Penulis: Rif’an Haqiqi, Alumni PP Lirboyo (2019), Kediri. Pengajar di PP Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo, Jawa Tengah. Aktif pada kegiatan bahtsul masail di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Juga aktif menulis di berbagai web islam.