Sementara orang bertanya-tanya: Mengapa Allah tidak menghilangkan kewajiban shalat bagi musafir, sebagaimana Dia menghilangkan kewajiban puasa ketika dalam perjalanan?
Perlu kita sadari bersama, bahwa puasa sendiri adalah ibadah yang berat untuk dilaksanakan. Masyaqqah. Seorang yang berpuasa, harus menahan lapar dan dahaga selama seharian penuh. Dari azan subuh hingga azan maghrib.
Perbedaan Puasa dan Shalat
Sementara shalat tidak. Seorang yang sedang shalat, hanya harus menahan tidak makan dan tidak minum selama beberapa rakaat saja. Dari takbiratul ihram sampai salam saja. Tidak berpuluh-puluh menit. Apalagi seharian penuh.
Rukun-rukun di dalam shalat yang harus dipenuhi, itu juga tidak susah-susah amat untuk dilakukan. Misalnya berdiri, rukuk, atau pun sujud. Gerakan-gerakan ini sangat mungkin dilakukan dengan tanpa kesulitan yang berarti.
Baca juga: 13 Rukun Shalat yang Wajib Kita Ketahui
Semisal terdapat kesulitan dalam melakukannya, ada keringanan untuk melakukannya sekuatnya. Semampunya. Tidak bisa berdiri, boleh dengan duduk. Tidak bisa sujud, boleh dengan gerakan simbolis penggantinya.
Pun ketika sulit menemukan air, semisal. Ada tayammum sebagai pengganti wudu.
Lagipula, puasa dan shalat adalah dua hal yang disyariatkan oleh Allah sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
ونزيد على هذا أن الشارع إذا رفع عن الإنسان الصلاة و الصوم معا يكون بعيدا عن ذكر الله و يكون غير مقرب إلى الله.
Andai Allah menghilangkan kewajiban puasa sekaligus shalat bagi musafir, betapa akan jauh seorang hamba dari mengingat-Nya. (Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuh, vol. 1, hal. 149)
Bayangkan. Seorang hamba sudah tidak mendekatkan diri dengan membatalkan puasa, ditambah ia tidak bertaqarrub dengan meninggalkan shalat.
Betapa jauhnya dia dari Allah.
Baca Juga: Musafir yang Tak Diperbolehkan Menjamak dan Mengqashar Shalat
Alasan Manusia Dituntut Beribadah
Padahal, manusia dituntut untuk melakukan ibadah adalah agar mereka bisa dekat dengan Allah. Perintah shalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya adalah agar seorang hamba merasakan belas kasih Allah. Merasakan bahwa kenikmatan mendekatkan diri kepada Allah adalah kenikmatan yang hakiki. Tiada tujuan lain.
والقرب من الله هو الغاية الوحيدة من كل ما يقوم به من الفرائض وجميع الطاعات وعمل الصالحات
Mendekatkan diri kepada Allah adalah tujuan utama, bahkan satu-satunya, dari segala peribadatan yang disyariatkan oleh Allah. Perintah fardu, segala bentuk ketaatan, dan segala prilaku baik. (Hikmah at-Tasyri’ wa Falsafatuh, vol. 1, hal. 149)
Semua perintah Allah, semua larangan Allah, semata hanyalah agar hamba-Nya bisa mendekat kepada-Nya.
Maka, belas kasih Allah sudah sangat besar bagi kita. Ia tidak membiarkan kita jauh dari-Nya. Ia memperbolehkan kita tidak berpuasa, sembari tetap mewajibkan kita untuk melaksanakan shalat, tiada lain karena keinginan-Nya agar kita selalu dekat dengan-Nya.
Wallahu a’lam.